Sabtu, 18 Mei 2013

RETORIKA: ANALISIS EDITORIAL


ANALISIS EDITORIAL MEDIA INDONESIA
TELADAN DARI JOKOWI
SENIN, 24 DESEMBER 2012


 





OLEH:
FEBI JUNAIDI
AIA010076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013



Teladan dari Jokowi
Editorial Media Indonesia / Senin, 24 Desember 2012 07:17 WIB
GUBERNUR DKI Jakarta Joko Widodo, atau Jokowi, tiada henti membuat gebrakan. Terobosan demi terobosan dia lakukan untuk mewujudkan Jakarta baru yang terbebas dari jeratan beragam masalah kronis.

Teranyar, Kamis (20/12), Jokowi melantik Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto dan wakilnya, Husen Murad, di alam terbuka, bukan di gedung berpendingin udara. Panggung sederhana tanpa atap di Pulo Jahe, Jatinegara, Cakung, menjadi saksi sejarah untuk pertama kalinya wali kota dilantik di perkampungan kumuh dan tak jauh dari tumpukan sampah.

Jokowi tentu tak asal ingin tampil beda. Dia melantik Krisdianto di perkampungan, di tengah-tengah kerumunan warga, agar yang bersangkutan langsung tune-in dengan permasalahan yang dihadapi warga.

Bagi Jokowi, pelantikan seorang pejabat bukan sekadar urusan seremonial, melainkan awal bagi sang pejabat untuk mengemban tanggung jawab dalam melayani dan mengatasi persoalan rakyat.

Jokowi sejak awal telah menyodorkan teladan. Seusai dilantik lebih dari dua bulan silam, ia terjun ke lapangan. Hampir setiap hari ia blusukan ke permukiman miskin untuk mengetahui langsung permasalahan rakyat.

Jokowi berprinsip bahwa persoalan rakyat tak akan diketahui hanya dari belakang meja kerja, hanya dari laporan anak buah yang bertabiat asal bapak senang. Untuk merasakan betapa tersiksanya publik Jakarta yang setiap hari terjebak kemacetan, ia enggan menggunakan pengawalan voorrijder saat berkeliling kota.

Jokowi juga kerap menabrak aturan protokoler yang cuma menghambat fungsinya sebagai gubernur pelayan warga. Prinsip itu yang coba ia tanamkan ke anak buahnya. Prinsip bahwa seorang pejabat pantang terbius oleh kekuasaan, kenikmatan, dan kemewahan.

Pelantikan Wali Kota Jakarta Timur di perkampungan kumuh merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan Jokowi untuk membentuk mental pejabat yang 100% berorientasi pada kepentingan rakyat. Sekali lagi Jokowi memberikan contoh bagaimana mestinya pemimpin menjalankan fungsinya, bukan malah terjebak pada pendewaan status sebagai penguasa.

Kita mengapresiasi gebrakan Jokowi itu, apalagi dia berjanji akan melanjutkan langkah tersebut pada pelantikan pejabat-pejabat Pemprov DKI berikutnya. Pelantikan kepala dinas pekerjaan umum bakal dilakukan di pinggiran Sungai Ciliwung.

Bisa jadi pula nantinya ia melantik kepala dinas sosial di kolong jembatan layang, tempat para gelandangan dan pengemis menjalani rutinitas hidup. Benar bahwa seabrek masalah seperti kemacetan dan banjir masih rutin mendera Jakarta. Namun, dengan model kepemimpinan Jokowi, ada harapan kuat persoalan-persoalan tersebut bisa terurai.

Tinggal konsistensi dan kerja konkret yang dibutuhkan rakyat dari seorang Jokowi agar segala gebrakan yang dilakukan sang gubernur tidak dipersepsikan sebagai pencitraan belaka.

Pemimpin daerah lain, bahkan pemimpin nasional, selayaknya meniru model kepemimpinan Jokowi. Tidak ada salahnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik menteri pemuda dan olahraga yang baru tidak di Istana, tapi di lapangan Senayan. Dengan begitu, menpora akan lebih sensitif dan responsif terhadap masalah olahraga, termasuk kemelut tiada ujung di PSSI.


ANALISIS EDITORIAL MEDIA INDONESIA
TELADAN DARI JOKOWI
SENIN, 24 DESEMBER 2012

            Setelah membaca teks editorial ini dapat saya tafsirkan bahwa editorial ini tentunya merupakan suatu bagian dari pemanfaatan retorik secara terencana. Yang dimaksudkan dengan pemanfaat retorik terencana dalam konteks ini adalah penggunaan retorik yang telah direncanakan sebelumnya secara sadar diarahkan kesuatu tujuan yang jelas. Perencanaan serta pengarahannya ini tentu saja mendapat pengolahan yang baik sebelumnya. Berkaitan dengan editorial ini, tentunya penulis terlebih dahulu telah merencanakannya terlebih dahulu. Hal ini terbukti bahwa sebelum dipublikasikan tentunya editorial ini telah menghadapi berbagai fase terlebih dahulu seperti tahap penyuntingan, dan hal-hal lain yang tentunya berguna untuk ketepatan dan kejelasan informasi yang akan dipublikasikan kepada publik. Selain itu, editorial ini juga merupakan bagian dari pemanfaatan retorika di bidang politik. Hal ini sangatlah nampak jika dilihat dari kandungan atau isi yang ada yakni membahas tentang bagaimana gaya atau cara kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta yang sangatlah pantas untuk diteladani oleh rakyat. Di samping itu, menurut saya editorial ini bertujuan untuk memberikan suatu tauladan bagi para pemimpin agar benar-benar berorientasi kepada rakyat. Mereka tidak boleh terlena dengan kekuasaan, sebab kepentingan rakyat merupakan prioritas utama. Hal ini terbukti saat Jokowi melakukan pelantikan terhadap Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto dan wakilnya, Husen Murad, di alam terbuka, bukan di gedung berpendingin udara. Tindakan ini tentunya mengandung maksud tersendiri.
            Dalam konteks ini dapat diinterpretasikan bahwa hal ini merupakan suatu cara bagi Jokowi untuk memberikan suatu pengarahan langsung atau praktis kepada pasangan Wali Kota ini agar memahami dan mengutamakan keperluan rakyat. Dengan dilakukannya pelantikan di alam terbuka ini boleh jadi Jokowi berharap agar mereka langsung mengamati problematika yang sedang di alami oleh rakyat.
            Selain itu, untuk memahami teks editorial ini para pembaca juga sebaiknya memiliki skemata tentang ilmu politik. Sebab, sangatlah jelas bahwa retorika juga tidak bisa lepas dari cabang ilmu lain. Dengan adanya skemata atau konsep ilmu politik maka para pembaca akan lebih muda dalam memahami editorial ini. Di samping itu, para pembaca juga sebaiknya tidak hanya memiliki skemata atau pengetahuan tentang dunia politik, tetapi juga sebaiknya selalu mengikuti fenomena-fenomena yang sedang terjadi dalam dunia politik itu sendiri. Untuk memahami editorial di atas secara optimal, alangkah baiknya jika para pembaca terlebih dahulu telah mempunyai konsep yang memadai mengenai dunia politik khususnya ruang lingkup Jokowi.
            Selanjutnya, jika dilihat dari sudut pandang  corak bahasanya, maka editorial ini cenderung menggunakan bahasa yang bersifat formal. Pemilihan materi bahasa yang ada pada teks editorial ini begitu menarik. Memang, setiap penutur berusaha memilih materi bahasa (kata, ungkapan, istilah, dan sebagainya) yang tepat untuk menuturkan gagasannya. Dari Perbendaharaan bahasa yang dikuasainya, diangkatnya sejumlah materi untuk selanjutnya disusun menjadi kalimat-kalimat yang disatu pihak diperkirakan mampu mewadahi gagasan-gagasannya, sedangkan dipihak lain diduganya pula susunan kalimat-kalimatnya akan mampu mengungkapkan kembali gagasannya itu yang menerangkan pada diri penanggap tutur. Begitu juga halnya dengan teks editorial ini, Materi bahasa yang dipilih pada dasarnya berlaku untuk semua lapisan sosial atau semua publik tertentu khususnya kalangan masyarakat yang gemar akan ilmu politik.
            Akan tetapi, untuk memahami informasi yang disajikan tentunya para pembaca mestinya juga memiliki knowledge of world yang memadai khususnya tentang dunia politik. Di samping itu, banyak masyarakat yang begitu gemar akan informasi dunia politik saat ini, tidak sedikit diantara mereka yang selalu mengikuti perkembangan politik bangsa ini, baik itu para kalangan akademisi seperti para pelajar dan mahasiswa, para pedagang, wiraswasta, bahkan para petani sekali pun. Dengan antusiasme mereka dalam mengamati informasi tentang perkembangan dunia politik ini, tentunya akan menambah cakupan sasaran mengenai penikmat berita yang membahas tentang dunia politik tersebut khususnya berita-berita yang begitu familiar seperti sosok kepemimpina Jokowi seperti pada editorial ini. Namun demikian, sebagian diksi yang dipilih dalam editorial ini juga membutuhkan skemata atau pengetahuan yang intensif dari para pembaca. Hal ini dapat kita lihat adanya penggunaan bahasa asing seperti kata tune-in, blusukan, dan  voorrijder. Untuk menafsirkannya dengan tepat tentunya pembaca juga harus memilki pengetahuan yang cukup mengenai bahasa asing. Padahal, seringkali kita jumpai bahwa berbagai kalangan sangatlah berantusias untuk mengikuti informasi-informasi terkini mengenai dunia politik, bahkan mereka juga memiliki sumbangsih terhadap kemajuan bangsa ini. Sebagai indikasinya adalah keterlibatan mereka terhadap perkembangan atau arus perjalanan dunia politik tersebut. tentunya hal ini merupakan salah satu manisfestasi dari apresiasi mereka terhadap gejala atau fenomena sosial dan politik di Negeri ini.
            Selain itu, secara tidak langsung editorial ini juga mengandung suatu ulasan (argument) tertentu yang merupakan suatu contoh, perbandingan, atau hal lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelas gagasan. Seperti hal nya pada teks editorial ini, secara tidak langsung teks ini telah memberikan suatu panutan atau contoh kepada para pembaca akan kesederhanaan dan karakteristik kepemimpinan Jokowi. Informasi tersebut pada dasarnya merupakan suatu bentuk informasi yang membuat para pembaca memiliki persepsi yang baik mengenai tokoh Jokowi atau bahkan diharapkan Para pembaca dapat menauladani atau mencontoh sosok atau style kepemimpinan bapak Jokowi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar