Rabu, 11 Maret 2015

PAK ANDIR "CERITA KHAS MASYARAKAT KEDURANG"

SASTRA DAERAH
‘FOKLOR KHAS KEDURANG” 
PAK ANDIR
Oleh: Febi Junaidi

          Nah.... teman-teman, kali ini saya akan menyajikan sebuah cerita rakyat yang berasal dari suku Pasemah. Khususnya di daerah Kedurang kabupaten Bengkulu Selatan. Selamat membaca ya! 

           Dahulu kala, di perbukitan nan indah. Terdapat sebuah keluarga yang utuh dan istimewa, yaitu Pak Andir, Isterinya, dan anaknya, si Andir tentunya dan yang terakhir adalah nenek Andir. Nah, suatu hari yang sangat cerah, sang isteri meminta pak Andir untuk membeli seliter minyak tanah di desa seberang. Dengan senang hati pak Andir pun menuruti permintaan itu. Berangkatlah Ia ke desa seberang yang lumayan jauh. Yah, butuh waktu sekitar satu jam agar tiba di sana. Ia pun meski berjuang berjalan kaki melewati beberapa desa untuk menjangkaunya. Maklum, saat itu penjual minyak tanah begitu langka, sehingga memang harus berjuang agar bisa mendapatkannya. Di tengah perjalanan Pak Andir dikejutkan dengan suatu keramain di sebuah desa yang akan ia lewati. Berhentilah Ia melihat orang yang bergerumun itu. Ada rasa cemas dan takut menyelimuti pikirannya. Dia ragu-ragu untuk meneruskan perjalanan tersebut. Pak Andir khawatir orang-orang tersebut akan mencelakainya. Dan akhirnya Ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah dan menceritakan peristiwa tersebut kepada isterinya. Kebetulaan perjalanan yang ia tempuh memang belum begitu jauh. Sekitar satu kilometer. Dengan langkah yang begitu cepat dan diiringi rasa panik, tibalah ia di rumahnya. Ia pun langsung menemui isterinya bersama Andir yang sedang berada di halaman belakang rumah. 
 
Pak Andir: “Buk, bapak tidak jadi membeli minyak ya! Besok saja ya Buk! Tadi ada orang sangat ramai di desa sebelah. Bapak takut!” 
Isteri: Weleehhhh pak, kok tidak jadi! Kenapa pula mesti takut pak! Ibu yakin, itu pasti orang yang sedang menyembelih kijang. Ibu dengar memang di sana ada pembantaian kijang lho Pak. Jadi bapak gak usah bingung. Ayo ke sana lagi! Nanti Minta aja sepotong untuk gulai kita nanti sore! pasti dikasih! Hayoo pergi sana pak! 
Pak Andir: Wah mantap kalau begitu Buk! Coba dari tadi bapak minta sepotong. Oke deh buk. Bapak ke sana lagi. Asyik juga nanti sore kita gulai kijang ya Buk! Isteri: Nah itu yang Ibu mau lho pak. Gulai kijang!, hheee...                
 
*****
      Pak Andir pun begitu semangat berangkat ke sana lagi. Ia pun begitu yakin kalau nanti akan diberi sepotong daging kijang oleh warga desa tersebut. Tak lama kemudian, Pak Andir pun tibalah di sana. Tanpa basa-basi, Ia pun langsung masuk ke rumah warga yang begitu ramai itu. “Permisi Pak! Permisi! Minta sepotong Pak! Minta sepotong! Tidak lebih...! Sepotong saja kok, Boleh ya! teriak Pak Andir dengan girangnya. Sontak pandangan semua orang tertuju padanya. Tanpa bicara apapun orang-orang itu langsung mengeroyok Pak Andir hingga babak-belur. Untung warga tersebut menyadari bahwa pak Andir tersebut adalah orang yang bodoh sehingga mereka tidak membunuhnya. Bagaimana tidak, keramaian tersebut adalah rumah duka. Masyarakat sedang datang di rumah salah seorang warga yang sedang ditimpa musibah, yakni kematian. Sementara Pak Andir meminta dagingnya sepotong! Wahh.. semua orang pasti naik pitam ya! Pak Andir pun sudah baba-belur. Mukanya terlihat memar. Ia pun berlari tergesah-gesah menuju rumahnya. Saat tiba di rumah, ia pun menceritakan semua peristiwa itu kepada isterinya. Tak lupa ia juga menyalahkan sang isteri. 
Pak Andir: Lho Buk, tadi itu ada orang meninggal! Kenapa pula ibu nyuruh minta daging sepotong? Isteri       : Welehh pak! Bodoh sekali kamu pak! Ya kalau gitu jangan minta dagingnya pak! Wajarlah orang marah! Dasar Oon! Ya sudah, sana pergi lagi pak! Sampai di sana bapak bersedih saja! Bapak nangis yang kencang! Mereka pasti senang sama bapak! Ayo sana pak, yakinlah sama ibuk. Mereka tidak akan marah-marah lagi! 
 
Pak Andir: Tapi buk. Bapak masih trauma! 
Isteri: Hayo sana Pak! Nangis saja nanti, semua pasti beres! 
 
           Dengan sedikit terpaksa akhirnya Pak Andir pun menuruti perkataan isterinya. Karena memang beliau terkenal takut dengan isteri. Dengan semangat yang berkobar, akhirnya Pak Andir pun sampailah ke desa dimana tempat ia dikeroyok tersebut. Ketika tiba di sana, Ia pun kembali melihat orang-orang yang begitu ramai. Seperti sebelumnya, tanpa berpikir panjang ia langsung ke keramaian itu dan menangis dengan sedihnya. Semua orangpun kembali memandangnya aneh. Tahukah anda? Keramaian itu adalah acara pernikahan dimana orang-orang sedang bergembira ria. Pak Andir mengira bahwa keramaian itu merupakan kumpulan orang-orang berduka seperti yang ia temukan sebelumnya. Padahal, itu adalah acara yang berbeda. Orang yang meninggal tadi sudah usai dimakamkan. Tanpa basa-basi segerumunan orang itu pun kembali mengeroyok Pak Andir hingga ia mengalami luka-luka. Kali ini, Pak Andir sudah merasa jera. Dengan rasa sakit yang ia rasakan, ia bergegas pulang ke rumahnya. Langkah kakinya nampak lamban dari biasanya. Hal ini tentunya disebabkan karena fisiknya sudah mengalami cidera. Saat tiba di rumah, ia pun langsung menemui isterinya. 
 
Pak Andir: “Buk... Buk...!” 
Isteri: “lho pak, kok badanmu memar begini?” 
Pak Andir: “Ini semua karenamu Buk!” 
Isteri: “Eh.. maksudmu apa Pak?” 
Pak Andir: “Tadi bapak bertemu kembali dengan keramaian itu buk. Bapak menuruti perintahmu! Bapak nangis dengan kencangnya! Dan ternyata itu acara pernikahan! Semua orang marah dengan bapak, makanya jadi begini!” 
Isteri: “Dasar bodoh! Lha kalau orang nikahkan itu bahagia lah pak, ngapain juga bapak nangis?   Lagian itu juga bapak tau acara orang nikah. Aduh bapak.. bodoh sekali kamu ini. Wajar sajalah jadi begini pak! Ya sudahlah, biar ibu besok saja yang beli minyak tanahnya. Besok bapak pergi saja ke hutan dekat ke Ladang kita pak!. Bapak jenguk perangkap kijang di sana, kepalang sudah terlanjur begini pak. Siapa tau rezeki kita ada di sana untuk memasak gulai kijangnya. Kan kemarin bapak sudah memasang perangkapnya pak.” 
Pak Pandir: “Iya buk. Bapak jua sudah tak sanggup lagi untuk membeli minyak tanah itu!” 
 
***** 
             Keesokan harinya, hari begitu cerah. Cuaca hari itu begitu bersahabat. Sinar sang raja siang pun begitu menyengatnya. Tak lupa Pak Andir mengenakan caping yang dibuat oleh isterinya. Pak Andir dengan riangnya pergi ke hutan dekat ladangnya untuk menjenguk perangkap kijang yang telah usai ia buat kemarin. Sementara isterinya sudah berangkat ke desa seberang untuk membeli minyak tanah. Di tengah perjalanan tak lupa pak Andir membayangkan betapa lezatnya gulai kijang yang akan di masak sang isteri nantinya. Ketika tiba di hutan itu, betapa riangnya ia ketika melihat seekor kijang sudah berada di lubang perangkap itu. “Alhamdulilah, hari ini gulai kijang. Yah gulai kijang.” Ia pun bergeges masuk ke dalam perangkap itu. Dengan penuh kegembiraan, Ia pun segera mendaratkan kijang tersebut. Setelah berhasil didaratkan, tak lupa ia mengikat leher dan kaki kijang tersebut dengan seutas tali. Dibawanya kijang tersebut ke Ladangnya. Kebetulan tempat perangkap tersebut memang tak berjauhan dengan Ladang Pak Andir. Ia pun merenung berpikir panjang apa yang harus ia perbuat terhadap kijang tersebut. Akhirnya Ia menemukan sebuah ide, Ia mengalungkan berbagai jenis rempah ke leher kijang tersebut seraya berkata: “Hey kijang, ini engkau sudah aku kasih rempah-rempah. Sekarang saatnya engkau duluan pulang ke rumah ya. Tolong sampaikan dengan isteriku kalau aku masih ada kerjaan di ladang”. Tanpa mempertimbangkan lagi, dilepaskanlah kijang tersebut. Ia berharap kijang itu akan pulang ke rumahnya lebih dulu sehingga nanti ketika pulang ia bisa langsung menikmati gulai kijang. Kijang pun berlari dengan kencangnya, Pak Andir tersenyum melihat kijang tersebut. Ia pun kemudian melanjutkan pekerjaannya di Ladang. Setelah semuanya usai, ia pun bergegas pulang. Ia sangat gembira karena di hari ini ia tidak mengalami masalah apapun. Setibanya di rumah, Pak Andir pun dengan riang menjumpai isterinya. 
 
Pak Andir: Buk, sudah masak belum gulai kijangnya? Bapak sangat lapar tau. 
Isteri: Loh kijang apaan pak? 
Pak Andir: lah ibuk ini gimana! Tadi kan ada kijang masuk perangkap kita Buk. Sudah berhasil bapak ringkus. Tapi tadi sudah bapak suruh pulang duluan. Bahkan tadi sudah bapak kasih rempah secukupnya agar ibuk tidak repot lagi. Jadi gimana? Sudah masak belum gulainya? 
Isteri: Ya Allah Pak,, aduh nasibku dapat suami Oon kayakmu Pak! Ya mana mungkin kijangnya pulang ke rumah pak! Pasti kaburlah kijangnya! Bapak ini menjengkelkan! Bodohmu awet ya Pak! Ya sudahlah besok-besok kalau ada yang terkena perangkap, langsung saja bapak pukul hingga tewas! Jangan kelamaan mikir pak! 
Pak Andir: Aduh Buk, Padahal bapak sudah sangat berharap dapat menikmati gulai kijang sore ini.

 ***** 
Pagi itu, Pak Andir tetap begitu semangat . Ia selalu teringat akan pesan isterinya “Apapun yang kena perangkap harus dipukul hingga tewas, dan jangan kelamaan mikir!”. Ia segera saja melangkahkan kaki menuju perangakap di dekat ladangnya itu. Ketika tiba di sana, Ia terkejut dengan sosok makhluk yang terkena perangkap berbentuk lubang itu. Tanpa berpikir panjang, segera saja ia mengambil sepotong kayu yang berukuran besar. Ia pun langsung memukul sosok makhluk itu berkali-kali hingga ia tewas. Ketika ia sedang asyik memukul makhluk tersebut, tiba-tiba ia mendengar suara isterinya memanggilnya dari Ladang. Ia pun menyahut dan isterinya pun segera tiba TKP (haaha) alias tempat perangkap tersebut. 
 
Pak Andir: Ye Buk, bapak berhasil memukul makhluk yang terkena perangkap ini hingga tewas! Silahkan Ibuk lihat sendiri! 
Isteri: Nah itu baru suamiku! Kerja yang bagus pak! Sang isteri pun mencoba melihat isi lubang itu. Dan betapa terkejutnya ia. Ternyata yang dari tadi dipukuli oleh suaminya hingga tewas adalah ibu kandungnya sendiri. Ya, makhluk yang terkena perangkap itu adalah neneknya Andir! "Astaga Pak! Ini nenek Andir. Kurang ajar, tidak punya otak! Dasar bodoh! Isterinya pun menangis dengan pilunya. Namun apa hendak dikata, nenek Andir sudah terkapar tak bernyawa di lubang perangkap buatan suaminya itu. Hari itu memang nenek Andir pergi ke Ladang untuk memetik sayuran sambil mencari kayu bakar.
 
***** 
       Hari silih berganti. Rumah itu masih mengalami duka yang mendalam, terutama bagi isteri Pak Andir. Hingga pada suatu hari, Pak Andir pun tergiur untuk menjenguk perangkap itu lagi. Karena memang sudah sangat lama ia tidak menjenguknya. 
 
Isteri: Ya sudahlah pak. Mungkin takdirnya nenek demikian. Ibuk sudah ikhlas!Tapi lain kali, kalau bapak menjenguk perangkap itu, Ibu mohon sama bapak agar dilihat-lihat dulu. Apa yang terkena perangkap itu? Diamati betul pak, perhatikan ciri-cirinya. Jangan asal pukul pak! 
Pak andir: Ya buk, bapak juga mohon maaf atas semua ini. 

 *****
       Hari itu, Pak Andir kembali berniat menjenguk perangkap itu. Perjalanannya kembali dihantui perkataan isterinya “Nanti kalau ada yang terkena perangkap, Bapak perhatikan dulu ya pak! Diamati, lihat ciri-cirinya!. Ya, kalimat itu selalu diingatnya. Saat Ia tiba di tempat perangkap itu, dia melihat ada sesuatu di dalamnya. Dengan penuh kehati-hatian, ia pun masuk ke dalam lubang itu. Diamatinya, dilihatnya dengan penuh perhatian makhluk tersebut, dan dipikirkannya ciri-cirinya. Lama ia hanyut dalam pengamatan yang tak berarti itu. Dan tiba-tiba makhluk itu pun merontah dan langsung menyerangnya dengan ganas, mencakar tubuhnya dengan sekuat-kuatnya. Pak Andir pun menconba melakukan perlawanan, namun apalah daya, tenaganya tak sebanding dengan sosok makhluk itu, dan sampai akhirnya pak Andir pun tewas di dalam perangkap itu. Yah, yang terkena perangkap itu adalah seekor beruang yang sangat besar.
 
***TAMAT***
 
Kesiannn pak Andir! haha...
 
Usai sudah cerita Pak Andir! Nantikan postingan selanjutnya ya, yaitu berbagai cerita daerah dari masyarakat kedurang seperti Pak Beluk, Bujang Bekurung, Sinam Nam, dan sebagainya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar