ANALISIS EDITORIAL MEDIA INDONESIA
TELADAN DARI JOKOWI
SENIN, 24 DESEMBER 2012
OLEH:
FEBI JUNAIDI
AIA010076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
Teladan dari Jokowi
Editorial Media Indonesia / Senin,
24 Desember 2012 07:17 WIB
GUBERNUR DKI Jakarta Joko Widodo, atau
Jokowi, tiada henti membuat gebrakan. Terobosan demi terobosan dia lakukan
untuk mewujudkan Jakarta baru yang terbebas dari jeratan beragam masalah
kronis.
Teranyar, Kamis (20/12), Jokowi melantik Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto dan wakilnya, Husen Murad, di alam terbuka, bukan di gedung berpendingin udara. Panggung sederhana tanpa atap di Pulo Jahe, Jatinegara, Cakung, menjadi saksi sejarah untuk pertama kalinya wali kota dilantik di perkampungan kumuh dan tak jauh dari tumpukan sampah.
Jokowi tentu tak asal ingin tampil beda. Dia melantik Krisdianto di perkampungan, di tengah-tengah kerumunan warga, agar yang bersangkutan langsung tune-in dengan permasalahan yang dihadapi warga.
Bagi Jokowi, pelantikan seorang pejabat bukan sekadar urusan seremonial, melainkan awal bagi sang pejabat untuk mengemban tanggung jawab dalam melayani dan mengatasi persoalan rakyat.
Jokowi sejak awal telah menyodorkan teladan. Seusai dilantik lebih dari dua bulan silam, ia terjun ke lapangan. Hampir setiap hari ia blusukan ke permukiman miskin untuk mengetahui langsung permasalahan rakyat.
Jokowi berprinsip bahwa persoalan rakyat tak akan diketahui hanya dari belakang meja kerja, hanya dari laporan anak buah yang bertabiat asal bapak senang. Untuk merasakan betapa tersiksanya publik Jakarta yang setiap hari terjebak kemacetan, ia enggan menggunakan pengawalan voorrijder saat berkeliling kota.
Jokowi juga kerap menabrak aturan protokoler yang cuma menghambat fungsinya sebagai gubernur pelayan warga. Prinsip itu yang coba ia tanamkan ke anak buahnya. Prinsip bahwa seorang pejabat pantang terbius oleh kekuasaan, kenikmatan, dan kemewahan.
Pelantikan Wali Kota Jakarta Timur di perkampungan kumuh merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan Jokowi untuk membentuk mental pejabat yang 100% berorientasi pada kepentingan rakyat. Sekali lagi Jokowi memberikan contoh bagaimana mestinya pemimpin menjalankan fungsinya, bukan malah terjebak pada pendewaan status sebagai penguasa.
Kita mengapresiasi gebrakan Jokowi itu, apalagi dia berjanji akan melanjutkan langkah tersebut pada pelantikan pejabat-pejabat Pemprov DKI berikutnya. Pelantikan kepala dinas pekerjaan umum bakal dilakukan di pinggiran Sungai Ciliwung.
Bisa jadi pula nantinya ia melantik kepala dinas sosial di kolong jembatan layang, tempat para gelandangan dan pengemis menjalani rutinitas hidup. Benar bahwa seabrek masalah seperti kemacetan dan banjir masih rutin mendera Jakarta. Namun, dengan model kepemimpinan Jokowi, ada harapan kuat persoalan-persoalan tersebut bisa terurai.
Tinggal konsistensi dan kerja konkret yang dibutuhkan rakyat dari seorang Jokowi agar segala gebrakan yang dilakukan sang gubernur tidak dipersepsikan sebagai pencitraan belaka.
Pemimpin daerah lain, bahkan pemimpin nasional, selayaknya meniru model kepemimpinan Jokowi. Tidak ada salahnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik menteri pemuda dan olahraga yang baru tidak di Istana, tapi di lapangan Senayan. Dengan begitu, menpora akan lebih sensitif dan responsif terhadap masalah olahraga, termasuk kemelut tiada ujung di PSSI.
Teranyar, Kamis (20/12), Jokowi melantik Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto dan wakilnya, Husen Murad, di alam terbuka, bukan di gedung berpendingin udara. Panggung sederhana tanpa atap di Pulo Jahe, Jatinegara, Cakung, menjadi saksi sejarah untuk pertama kalinya wali kota dilantik di perkampungan kumuh dan tak jauh dari tumpukan sampah.
Jokowi tentu tak asal ingin tampil beda. Dia melantik Krisdianto di perkampungan, di tengah-tengah kerumunan warga, agar yang bersangkutan langsung tune-in dengan permasalahan yang dihadapi warga.
Bagi Jokowi, pelantikan seorang pejabat bukan sekadar urusan seremonial, melainkan awal bagi sang pejabat untuk mengemban tanggung jawab dalam melayani dan mengatasi persoalan rakyat.
Jokowi sejak awal telah menyodorkan teladan. Seusai dilantik lebih dari dua bulan silam, ia terjun ke lapangan. Hampir setiap hari ia blusukan ke permukiman miskin untuk mengetahui langsung permasalahan rakyat.
Jokowi berprinsip bahwa persoalan rakyat tak akan diketahui hanya dari belakang meja kerja, hanya dari laporan anak buah yang bertabiat asal bapak senang. Untuk merasakan betapa tersiksanya publik Jakarta yang setiap hari terjebak kemacetan, ia enggan menggunakan pengawalan voorrijder saat berkeliling kota.
Jokowi juga kerap menabrak aturan protokoler yang cuma menghambat fungsinya sebagai gubernur pelayan warga. Prinsip itu yang coba ia tanamkan ke anak buahnya. Prinsip bahwa seorang pejabat pantang terbius oleh kekuasaan, kenikmatan, dan kemewahan.
Pelantikan Wali Kota Jakarta Timur di perkampungan kumuh merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan Jokowi untuk membentuk mental pejabat yang 100% berorientasi pada kepentingan rakyat. Sekali lagi Jokowi memberikan contoh bagaimana mestinya pemimpin menjalankan fungsinya, bukan malah terjebak pada pendewaan status sebagai penguasa.
Kita mengapresiasi gebrakan Jokowi itu, apalagi dia berjanji akan melanjutkan langkah tersebut pada pelantikan pejabat-pejabat Pemprov DKI berikutnya. Pelantikan kepala dinas pekerjaan umum bakal dilakukan di pinggiran Sungai Ciliwung.
Bisa jadi pula nantinya ia melantik kepala dinas sosial di kolong jembatan layang, tempat para gelandangan dan pengemis menjalani rutinitas hidup. Benar bahwa seabrek masalah seperti kemacetan dan banjir masih rutin mendera Jakarta. Namun, dengan model kepemimpinan Jokowi, ada harapan kuat persoalan-persoalan tersebut bisa terurai.
Tinggal konsistensi dan kerja konkret yang dibutuhkan rakyat dari seorang Jokowi agar segala gebrakan yang dilakukan sang gubernur tidak dipersepsikan sebagai pencitraan belaka.
Pemimpin daerah lain, bahkan pemimpin nasional, selayaknya meniru model kepemimpinan Jokowi. Tidak ada salahnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik menteri pemuda dan olahraga yang baru tidak di Istana, tapi di lapangan Senayan. Dengan begitu, menpora akan lebih sensitif dan responsif terhadap masalah olahraga, termasuk kemelut tiada ujung di PSSI.
ANALISIS EDITORIAL MEDIA INDONESIA
TELADAN DARI JOKOWI
SENIN, 24 DESEMBER 2012
Setelah membaca teks editorial ini
dapat saya tafsirkan bahwa editorial ini tentunya merupakan suatu bagian dari
pemanfaatan retorik secara terencana. Yang dimaksudkan dengan pemanfaat retorik
terencana dalam konteks ini adalah penggunaan retorik yang telah direncanakan
sebelumnya secara sadar diarahkan kesuatu tujuan yang jelas. Perencanaan serta
pengarahannya ini tentu saja mendapat pengolahan yang baik sebelumnya.
Berkaitan dengan editorial ini, tentunya penulis terlebih dahulu telah merencanakannya
terlebih dahulu. Hal ini terbukti bahwa sebelum dipublikasikan tentunya
editorial ini telah menghadapi berbagai fase terlebih dahulu seperti tahap
penyuntingan, dan hal-hal lain yang tentunya berguna untuk ketepatan dan
kejelasan informasi yang akan dipublikasikan kepada publik. Selain itu, editorial
ini juga merupakan bagian dari pemanfaatan retorika di bidang politik. Hal ini
sangatlah nampak jika dilihat dari kandungan atau isi yang ada yakni membahas
tentang bagaimana gaya atau cara kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta yang
sangatlah pantas untuk diteladani oleh rakyat. Di samping itu, menurut saya
editorial ini bertujuan untuk memberikan suatu tauladan bagi para pemimpin agar
benar-benar berorientasi kepada rakyat. Mereka tidak boleh terlena dengan
kekuasaan, sebab kepentingan rakyat merupakan prioritas utama. Hal ini terbukti
saat Jokowi melakukan pelantikan terhadap Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto dan wakilnya, Husen
Murad, di alam terbuka, bukan di gedung berpendingin udara. Tindakan ini
tentunya mengandung maksud tersendiri.
Dalam
konteks ini dapat diinterpretasikan bahwa hal ini merupakan suatu cara bagi
Jokowi untuk memberikan suatu pengarahan langsung atau praktis kepada pasangan
Wali Kota ini agar memahami dan mengutamakan keperluan rakyat. Dengan
dilakukannya pelantikan di alam terbuka ini boleh jadi Jokowi berharap agar
mereka langsung mengamati problematika yang sedang di alami oleh rakyat.
Selain
itu, untuk memahami teks editorial ini para pembaca juga sebaiknya memiliki
skemata tentang ilmu politik. Sebab, sangatlah jelas bahwa retorika juga tidak
bisa lepas dari cabang ilmu lain. Dengan adanya skemata atau konsep ilmu
politik maka para pembaca akan lebih muda dalam memahami editorial ini. Di samping
itu, para pembaca juga sebaiknya tidak hanya memiliki skemata atau pengetahuan
tentang dunia politik, tetapi juga sebaiknya selalu mengikuti fenomena-fenomena
yang sedang terjadi dalam dunia politik itu sendiri. Untuk memahami editorial
di atas secara optimal, alangkah baiknya jika para pembaca terlebih dahulu
telah mempunyai konsep yang memadai mengenai dunia politik khususnya ruang
lingkup Jokowi.
Selanjutnya,
jika dilihat dari sudut pandang corak
bahasanya, maka editorial ini cenderung menggunakan bahasa yang bersifat
formal. Pemilihan materi bahasa yang ada pada teks editorial ini begitu
menarik. Memang, setiap penutur berusaha memilih materi bahasa (kata, ungkapan,
istilah, dan sebagainya) yang tepat untuk menuturkan gagasannya. Dari
Perbendaharaan bahasa yang dikuasainya, diangkatnya sejumlah materi untuk
selanjutnya disusun menjadi kalimat-kalimat yang disatu pihak diperkirakan
mampu mewadahi gagasan-gagasannya, sedangkan dipihak lain diduganya pula
susunan kalimat-kalimatnya akan mampu mengungkapkan kembali gagasannya itu yang
menerangkan pada diri penanggap tutur. Begitu juga halnya dengan teks editorial
ini, Materi bahasa yang dipilih pada dasarnya berlaku untuk semua lapisan sosial
atau semua publik tertentu khususnya kalangan masyarakat yang gemar akan ilmu
politik.
Akan
tetapi, untuk memahami informasi yang disajikan tentunya para pembaca mestinya
juga memiliki knowledge of world yang
memadai khususnya tentang dunia politik. Di samping itu, banyak masyarakat yang
begitu gemar akan informasi dunia politik saat ini, tidak sedikit diantara
mereka yang selalu mengikuti perkembangan politik bangsa ini, baik itu para
kalangan akademisi seperti para pelajar dan mahasiswa, para pedagang,
wiraswasta, bahkan para petani sekali pun. Dengan antusiasme mereka dalam
mengamati informasi tentang perkembangan dunia politik ini, tentunya akan
menambah cakupan sasaran mengenai penikmat berita yang membahas tentang dunia
politik tersebut khususnya berita-berita yang begitu familiar seperti sosok
kepemimpina Jokowi seperti pada editorial ini. Namun demikian, sebagian diksi
yang dipilih dalam editorial ini juga membutuhkan skemata atau pengetahuan yang
intensif dari para pembaca. Hal ini dapat kita lihat adanya penggunaan bahasa
asing seperti kata tune-in, blusukan, dan voorrijder. Untuk
menafsirkannya dengan tepat tentunya pembaca juga harus memilki pengetahuan
yang cukup mengenai bahasa asing. Padahal, seringkali kita jumpai bahwa
berbagai kalangan sangatlah berantusias untuk mengikuti informasi-informasi
terkini mengenai dunia politik, bahkan mereka juga memiliki sumbangsih terhadap
kemajuan bangsa ini. Sebagai indikasinya adalah keterlibatan mereka terhadap
perkembangan atau arus perjalanan dunia politik tersebut. tentunya hal ini
merupakan salah satu manisfestasi dari apresiasi mereka terhadap gejala atau
fenomena sosial dan politik di Negeri ini.
Selain itu, secara tidak langsung
editorial ini juga mengandung suatu ulasan (argument) tertentu yang merupakan
suatu contoh, perbandingan, atau hal lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk
memperjelas gagasan. Seperti hal nya pada teks editorial ini, secara tidak
langsung teks ini telah memberikan suatu panutan atau contoh kepada para pembaca
akan kesederhanaan dan karakteristik kepemimpinan Jokowi. Informasi tersebut
pada dasarnya merupakan suatu bentuk informasi yang membuat para pembaca memiliki
persepsi yang baik mengenai tokoh Jokowi atau bahkan diharapkan Para pembaca
dapat menauladani atau mencontoh sosok atau style
kepemimpinan bapak Jokowi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar