EKSISTENSI BAHASA
DAERAH DALAM MEMPERKOKOH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
OLEH
FEBI
JUNAIDI
AIA010076
“Diajukan Untuk Mengikuti Kegiatan Pekan Nasional Cinta Sejarah
dan Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa di Kalimantan Barat”
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2013
Halaman
Pengesahan
Eksistensi Bahasa Daerah
Dalam Memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Oleh
Nama :
Febi Junaidi
NPM :
A1A010076
Disetujui
dan Disahkan Oleh:
Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni,
|
Dosen
Pembimbing,
|
|
|
Dra. Rosnasari
Pulungan, M.A.
|
Drs. Sarwit
Sarwono, M.Hum.
|
NIP 19540323
1984032 001
|
NIP 19581012
198603 1 003
|
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
ABSTRAK………………………………………………………………………….............. 1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................ ............2
B.
Rumusan Masalah............................................................................................................ ...3
C.
Tujuan......................................................................................................................
............3
D.Manfaat……………………………………………………………….................... ............3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Awal Mula Timbulnya Bahasa............................................................................................ 4
B.
Kondisi Bahasa Daerah Saat ini……………………………………….................. ............5
C.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah.................................................................. ............6
D.
Peranan Bahasa Daerah Dalam Memperkokoh NKRI …………………............... ............7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................. 9
B. Saran....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk bukan dari keseragaman, tetapi
terbentuk dari keanekaragaman. Semboyan Bhineka Tunggal Ika selalu melekat di
hati setiap warga negara Indonesia, karena dengan kebhinekaan inilah bangsa
Indonesia ada. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya menyangkut suku-suku, ras-ras,
dan agama-agama saja, tetapi juga mencakup bahasa, karena pada hakekatnya
bahasa melekat pada diri setiap manusia. Sementara manusia itu sendiri
merupakan pelaku kebudayaan. Jadi, antara manusia, bahasa, dan budayaan merupakan
tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa
derah mempunyai
sumbangsih yang besar terhadap keberlangsungan suatu negara. Benar adanya
apabila bahasa daerah hilang berarti kearifan lokal yang ada pun akan hilang.
Mungkin kita tidak akan pernah tahu kalau ada dongeng tentang Sangkuriang,
Malin Kundang, Joko Tarub, Tangkuban Perahu, dan lain-lain jika tidak ada
bahasa lokal yang berperan di sana. Oleh karena
itu, bahasa daerah haruslah dilestarikan. Eksistensi bahasa daerah harus
mendapat perhatian yang intensif dari pemerintah. Sebab, jika bahasa daerah hilang,
maka otomatis foklor lisan pun akan ikut hilang. Hal ini mengindikasikan
kebudayaan Indonesia pun kian berkurang.
Kata
kunci: Bahasa daerah, kebudayaan, NKRI.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bangsa
Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnis di tanah air.
Tiap kelompok etnis mempunyai bahasa daerah masing-masing yang dipergunakan
dalam komunikasi antaretnis atau sesama suku. Bahasa memegang peranan penting
dalam setiap bidang karena dengan bahasa dapat diungkapkan atau disampaikan isi
pikiran penuturnya. Dengan bahasa dapat pula terjalin interaksi dalam
masyarakat walaupun terdiri atas beberapa kelompok etnis yang berbeda. Bahasa
merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting peranannya sebagai
sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikirannya. Unsur-unsur
kebudayaan itu adalah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, kesenian[1].
Bahasa
terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan di mana
manusia memegang peranan penting, bahasa juga turut ambil bagian dalam peran
manusia itu karena fungsinya sebagai alat komunikasi yang terus berkembang
sesuai dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Karena bagian dari
budaya dan peranannya terhadap manusia inilah maka bahasa perlu dilestarikan,
terutama yang berkenaan dengan pemakaian bahasa daerah karena merupakan lambang
identitas suatu daerah, masyarakat, keluarga dan lingkungan.
Hal itu sejalan dengan UUD 1945, Bab
XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan: bahasa-bahasa daerah yang masih
dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina oleh masyarakat
pemakainya dihargai dan dipelihara oleh Negara oleh karena bahasa-bahasa itu
adalah bagian daripada kebudayaan Indonesia yang hidup[2].
Oleh karena itu, sudah seharusnya
kita melestarikan bahasa daerah, karena di era globalisasi ini keberadaan
bahasa daerah semakian terkalahkan dengan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa
asing. Padahal, bahasa daerah merupakan lambang kebudayaan suatu daerah yang
memiliki keunikan masing-masing. Selain itu, melalui bahasa daerah seseorang
dapat diketahui identitasnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis berniat menulis makalah yang berjudul “Eksistensi Bahasa Daerah dalam
Memperkokoh NKRI”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang di atas, maka rumusan masalah
yang didapat adalah :
Bagaimanakah
eksistensi bahasa daerah dalam Memperkokoh NKRI?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui eksistensi bahasa daerah dalam memperkokoh
NKRI.
D.
Manfaat
Penulisan
a. Manfaat
praktis
Memberi
suatu informasi kepada para pembaca mengenai eksistensi bahasa daerah dalam
memperkokoh NKRI.
b. Manfaat
teoritis
Dapat
menjadi sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang mengembangkan pengetahuan
di bidang pendidikan, khususnya ilmu sejarah, bahasa dan budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal
Mula Timbulnya Bahasa
Karena tidak ada data-data yang
tertulis mengenai bagaimana timbulnya bahasa umat manusia dahulu kala, maka
telah dilontarkan berbagai macam teori mengenai hal itu.
Di bawah ini akan dikemukakan
teori-teori yang penting yang dilancarkan sejauh ini mengenai timbulnya bahasa[3]: (a)
Teori Tekanan Sosial, adalah dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya The Theory of Moral Sentiments (halaman
343). Teori ini bertolak dari anggapan bahwa bahasa manusia timbul karena
manusia primitif dihadapkan pada kebutuhan untuk saling memahami. (b) Teori
Onomat opetik atau Ekoik, adalah dikemukakan oleh J.G Herder. Teori ini
mengatakan bahwa objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi objek itu.
Objek-objek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang dan peristiwa alam. (c) Teori
Interyeksi, adalah bertolak dari asumsi bahwa bahasa lahir dari ujaran-ujaran
instinktif karena tekanan-tekanan batin, karena perasaan yang mendalam dan
karena rasa sakit yang dialami manusia. (d) Teori Yo-He-Ho, adalah menjelaskan
bahwa orang-orang primitif, yang belum mengenal peralatan yang maju, akan
menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang berat tanpa peralatan itu. Sebab itu,
mereka selalu bersama-sama mengerjakan pekerjaan-pekerjaan semacam itu. Untuk
memberi semangat pada sesamanya, mereka akan mengucapkan bunyi-bunyi yang khas,
yang dipertalikan dengan pekerjaan yang khusus itu. Oleh sebab itu, bunyi-bunyi
yang dikeluarkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang khusus itu akan dipakai
pula untuk menyebut pekerjaan itu. (e) Teori Isyarat, adalah diajukan oleh
Wilhelm Wundt, seorang psikolog yang terkenal dalam abad XIX. Teorinya tentang
asal-usul bahasa didasarkan pada hukum psikologi, yaitu bahwa setiap perasaan
manusia mempunyai bentuk ekspresi yang khusus, yang merupakan pertalian
tertentu antara syaraf reseptor dan syaraf efektor. (f) Teori Permainan Vokal, adalah dicetuskan oleh Jespersen,
seorang filolog Denmark berusaha mengkoordinasikan semua teori yang telah
dikembangkan sebelumnya dan berusaha mengadakan suatu sintesa ke dalam sebuah
hipotesa yang lebih memuaskan. Teori ini menjelaskan bahwa bahasa manusia pada
mulanya berwujud dengungan dan senandung yang tak berkeputusan yang tidak
mengungkapkan pikiran apa pun, sama seperti senandung orang tua untuk membuai
dan menyenangkan seorang bayi.
B.
Kondisi
Bahasa Daerah Saat ini
Dari
ratusan ragam bahasa daerah di tanah air, 139 di antaranya terancam punah.
Bahkan, tercatat 15 bahasa daerah telah punah. Ke 15 bahasa yang punah adalah
11 bahasa daerah di Maluku, dan masing-masing satu di Sumatera, Sulawesi, Papua
Barat dan Kepulauan Halmahera," ungkap Kepala Balai Bahasa Pusat
Kemendikbud Dr. Sugiyono kepada wartawan di sela-sela Seminar Internasional
Strategi Pelestarian dan Pengembangan Budaya Lokal dalam Bingkai Global di
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, Kamis
(11/10/2012) [4].
Seperti juga halnya dengan bahasa kandan di daerah Kalimantan, khususnya pada suku
Dayak Uut Danum yang saat ini hampir punah. Bahasa tersebut biasanya digunakan
masyarakat untuk menceritakan berbagai sastra lisan seperti kolimoi, parung, mohpash dan
lain-lain. Sekarang bahasa ini sudah hampir punah dan hanya dikuasai oleh
orang-orang tua[5].
Ada alasan mendasar
mengapa kepunahan suatu bahasa sangat dikhawatirkan. Bahasa memiliki jalinan
yang sangat erat dengan budaya sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan
(Reyhner, 1999). Karena begitu eratnya jalinan antara bahasa dan budaya, Dawson
(dalam Anonby, 1999) mengatakan, tanpa bahasa, budaya kita pun akan mati.
Hal ini bisa terjadi karena sebagaimana dikatakan oleh Fishman (1996), bahasa
adalah penyangga budaya; sebagian besar budaya terkandung di dalam bahasa dan
diekspresikan melalui bahasa, bukan melalui cara lain. Ketika kita berbicara
tentang bahasa, sebagian besar yang kita bicarakan adalah budaya[6].
C.
Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Daerah
Dalam
UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 dikatakan: “Bahasa-bahasa daerah yang masih
dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina oleh masyarakat
pemakainya dihargai dan dipelihara oleh Negara oleh karena bahasa-bahasa itu
adalah bagian daripada kebudayaan Indonesia yang hidup[7]. Di dalam kedudukannya, bahasa daerah berfungsi sebagai: (1) Kelangsungan hidup dan
pembinaan bahasa-bahasa daerah yang terus dipelihara oleh masyarakat pemakainya
dan merupakan bagian daripada kebudayaan Indonesia yang hidup dijamin oleh
undang-undang dasar 1945, (2) Bahasa-bahasa daerah adalah lambang
nilai sosial budaya yang mencerminkan dan terikat oleh kebudayaan yang hidup di
kalanngan masyarakat pemakainya, (3) Bahasa-bahasa daerah adalah kekayaan budaya
yang dapat dimanfaatkan bukan saja untuk kepentingan pengembangan dan pembakuan
bahasa nasional kita tetapi juga untuk
kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah itu sendiri dan
oleh karena itu perlu dipelihara[8].
Oleh karena itu, pemerintah daerah
wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar
tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya
Indonesia[9].
D.
Eksistensi
Bahasa daerah dalam Memperkokoh NKRI
Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk bukan dari keseragaman,
tetapi terbentuk dari keanekaragaman. Semboyan Bhineka Tunggal Ika selalu
melekat di hati setiap warga negara Indonesia, karena dengan kebhinekaan inilah
bangsa Indonesia ada. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya menyangkut suku-suku,
ras-ras, dan agama-agama saja, tetapi juga mencakup bahasa, karena pada
hakekatnya bahasa melekat pada diri setiap manusia. Sementara manusia itu
sendiri merupakan pelaku kebudayaan. Jadi, antara manusia, bahasa, dan budaya
merupakan tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan.
Contohnya
saja cerita rakyat suatu daerah, tarian adat, atau pun foklor lisan lainnya
yang melibatkan bahasa di dalamnya. Hal ini sebagai bukti, bahwasanya bahasa
derah ternyata mempunyai sumbangsih yang besar terhadap keberlangsungan suatu
negara. Benar adanya apabila bahasa daerah hilang berarti kearifan lokal yang
ada pun akan hilang. Mungkin kita tidak akan pernah tahu kalau ada dongeng
tentang Sangkuriang, Malin Kundang, Joko Tarub, Legenda Roro Jonggrang,
Tangkuban Perahu, dan lain-lain jika tidak ada bahasa lokal yang berperan di
sana. Mungkin kita juga tidak tahu kalau di dalam setiap cerita itu menyimpan nilai-nilai
kearifan lokal yang tidak sedikit jumlahnya.
Berkat bahasa daerah yang kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa
nasional itulah kita bisa tahu tentang
berbagai legenda, dongeng, dan berbagai cerita masa lalu yang lain. Kita tidak
hanya sekedar tahu, tapi juga diajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh diperbuat semua ada
di dalam cerita-cerita tersebut. Pada akhirnya kita mengerti arti dari nilai
yang baik dan nilai yang tidak baik. Berkenaan dengan hal itu, secara tidak
langsung, bahasa daerah memiliki peran dalam membentuk karakter anak bangsa.
Di
samping itu, bahasa daerah yang ada di Indonesia juga memiliki banyak kesamaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa antardaerah tertentu tentunya masih memiliki
kekerabatan. Dengan hal ini, tentunya akan meningkatkan tali persaudaraan serta
memudahkan komunikasi antaretnis tertentu yang memiliki kesamaan bahasa.
Contohnya saja bahasa daerah yang ada di Kecamatan kedurang kabupaten Bengkulu
selatan memiliki kesamaan dengan bahasa di sebagian daerah Kabupaten Belitung
Provinsi Bangka Belitung, dan daerah Lahat serta Pagar Alam Provinsi Sumatera
selatan.
Bahasa Banjar di Kalimantan Selatan juga
memiliki kosa kata yang sama atau mirip dengan bahasa Jawa, dan bahasa-bahasa
Dayak seperti bahasa Ngaju, Maayan dan Dusun Deyah. Hanya sedikit sekali kosa
kata yang tidak dikembalikan ke bahasa lain dan dianggap sebagai unsur asli[10].
Bahasa daerah memang perlu dilestarikan. Salah satu upayanya adalah memberi
keleluasan dalam mengembangkan program pengembangan bahasa daerahnya. Di
masa-masa mendatang program pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah tidak
hanya sebatas memfungsikan bahasa daerah sebagai bahasa perantara lalu
digantikan dengan bahasa Indonesia (substractive bilingual), tetapi
harus mencanangkan pendidikan untuk mencetak anak didik yang di samping
menguasai bahasa nasional juga mampu menggunakan bahasa ibunya dengan baik (additive
bilingual)[11].
Selain
itu, pelestarian bahasa daerah dapat dilakukan dengan cara membuat kamus bahasa
daerah serta mengadakan lomba-lomba foklor lisan di suatu daerah tertentu.
Namun, pemerintah juga sebaiknya memformulasikan kebijakan yang memberikan
stimulus kepada masyarakat untuk melestarikan bahasa daerah. Usaha pelestarian
kebudayaan daerah dalam konteks pencitraan kearifan lokal diharapkan dapat
menunjang dan memberikan sumbangan dalam memperkokoh, memperkaya, serta
mewarnai model kearifan bangsa Indonesia[12].
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keanekaragaman budaya merupakan
keunikan tersendiri bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang harus
dilestarikan. Bahasa
daerah memiliki peranan penting dalam memperkokoh Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebab dengan keanekaragaman ini, akan mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya
akan kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap daerah menandakan identitas dan ciri khas
masing-masing daerah. Oleh
karena itu, bahasa daerah harus tetap diperhatikan.
Dengan dilestarikannya bahasa daerah otomatis akan meningkatkan daya hidup dan
daya ungkap bahasa daerah dalam memperkaya kebudayaan Indonesia.
B.
Saran
Segala aktivitas manusia tentunya
melibatkan bahasa, bagitu juga halnya dengan kebudayaan. Oleh karena itu, kita
harus melestarikan bahasa daerah. Hilangkan rasa gengsi terhadap penggunaannya,
karena bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia. Jika bahasa
daerah punah maka otomatis beberapa kebudayaan daerah tertentu akan ikut punah.
Dan hal tersebut menandakan kekayaan Indonesia pun berkurang.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku:
Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2011. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara Serta Lagu kebangsaan. Jakarta: Kemendikbud.
Halim,
Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Nasional.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Hidayat,
Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, makna dan Tanda.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Keraf,
Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis.
Jakara: PT Gramedia Pusaka
Utama.
Susilo,
P, dkk. 1996. Wujud, Arti, dan Fungsi Puncak-Puncak
Kebudayaan
Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya di Daerah
Timor Timur. Timor Timur: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya Timor Timur.
Usman,
Gazali. 1996. Integrasi Nasional Suatu
Pendekatan Budaya. Banjarmasin:
Proyek Pengkajian dan
Pembinaan Nikai- nilai
Budaya Daerah Kalimantan Selatan. Halm 28.
Jurnal:
Anwar, Marzono. 2007. Foklor dan Artinya Bagi Kearifan Lokal Masyarakat Provinsi
Jambi (dimuat pada jurnal penelitian agama
dan masyarakat)
Internet:
Http://kampus.okezone.com/read/2012/10/11/3
73/702667/139 -bahasa- daerah-di-indonesia-terancam-punah
(diakses tanggal 4 Oktober 2013
pukul 20.00 WIB)
Http://mavjshjdl;jdlkjdlkjdkljsdlkjdlfjkalahkalimantandanprovinsikalimant a.blogspot.com/2012/12/makalah kalimantan.html
(diakses tanggal 4 Oktober 2013 pukul 20.15 WIB)
Http://contoh-makalah-mahasiswa.blogspot.com/2012/05/contoh-makalah- bahasa-daerah.html#.UnR8vGXFZH0
(diakses
tanggal 2 Oktober 2013 pukul 11.30 WIB).
[2]Amran
Halim. Pembinaan Bahasa Nasional.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1979. hlm. 43.
[4] http://kampus.okezone.com/read/2012/10/11/3
73/702667/139 -bahasa-daerah-di-indonesia-terancam-punah
(diakses tanggal 4 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB)
[5] http://makalahkalimantandanprovinsikalimanta.blogspot.com/2012/12
/makalah- kalimantan.html (diakses tanggal 4 Oktober 2013 pukul 20.15
WIB).
[6] http://contoh-makalah-mahasiswa.blogspot.com/2012/05/contoh-makalah-bahasa- daerah.html#.UnR8vGXFZH0
(diakses tanggal 2 Oktober 2013 pukul 11.30 WIB)
[7]
Amran Halim. Pembinaan Bahasa Nasional.
Jakarta: Pusat Pembinaan danPengembangan
Bahasa.1979. hlm. 43.
[8]Amran
Halim. Pembinaan Bahasa Nasional.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.1979. hlm. 44.
[9]
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Undang-Undang
Republik Indone
sia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara Serta Lagu
kebangsaan. Jakarta: Kemendikbud. 2011. hlm. 17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar