IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BIPA BERBASIS BUDAYA SEBAGAI
STRATEGI MENGHADAPI MEA
Febi Junaidi,
S.Pd.1, Raisya Andhira, S.Pd.2, Empep Mustopa, S.Pd.3
Mahasiswa S-2
Pendidikan Bahasa Indonesia1, Mahasiswa S-2
Pendidikan Bahasa Indonesia UPI2, Mahasiswa S-2 Pendidikan Bahasa
Indonesia UPI3
Abstrak
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kepustakaan. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa eksistensi pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur
asing (BIPA) sudah mulai meluas baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini
merupakan indikasi bahwa bahasa Indonesia mulai diminati di dunia internasional.
Ketertarikan orang asing terhadap bahasa Indonesia bisa menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi masyarakat Indonesia. Apalagi sebentar lagi MEA juga
akan mulai diberlakukan. MEA sebenarnya bisa menjadi suatu kesempatan untuk
menguatkan eksistensi bahasa Indonesia di dunia internasional. Sudah sewajarnya
jika orang asing yang akan menetap dalam kurun waktu yang cukup lama di Indonesa
mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Mereka sebaiknya benar-benar dibekali
pembelajaran mengenai bahasa dan budaya Indonesia dengan optimal guna
memberikan pemahaman yang komprehensif sehingga akan memudahkan dalam menjalin
hubungan kerja sama nantinya. Maka dari itu, sudah sewajarnya jika pemerintah
Indonesia mengimplementasikan kebijakan mengenai standardisasi penguasaan
bahasa Indonesia bagi orang asing yang akan menetap di Indonesia. Pembelajaran
BIPA berbasis budaya merupakan salah satu langkah strategis yang dapat
diterapkan sebagai strategi menghadapi MEA. Melalui pembelajaran BIPA berbasis
budaya, pembelajar BIPA akan lebih dekat dan tahu mengenai multikultural yang
ada di Indonesia sehingga hal tersebut dapat menjadi peluang bagi kita untuk
memperkenalkan kekayaan nusantara dan kearifan lokal Indonesia yang unik dan
beragam.
Kata
kunci: Pembelajaran, BIPA, Budaya, MEA
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
salah satu aspek penting yang harus dioptimalkan dalam kehidupan manusia.
Melalui pendidikan, manusia dapat berpikir dengan luas dan rasional. Salah satu
bagian penting dalam dunia pendidikan adalah pembelajaran bahasa. Manusia hidup
tentunya tidak bisa terlepas dari bahasa. Begitu juga halnya dengan pembeLajaran
bahasa Indonesia. Sebagai indentitas bangsa, pembelajaran bahasa Indonesia
merupakan aspek penting yang harus diajarakan guna menguatkan rasa kecintaan
generasi muda terhadap bahasa dan budaya Indonesia yang unik dan beragam. Akan
tetapi, saat ini pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya diajarkan kepada
penutur aslinya melainkan program pembelajarannya sudah mulai meluas hingga ke
dunia internasional. Hal ini tentunya berkaitan dengan diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Bahasa tentunya merupakan salah satu aspek
penting dalam pelaksanaan MEA. Penguasaan bahasa yang baik tentunya akan
membantu masyarakat untuk berkerja sama antarnegara tertentu karena komunikasi
dapat terjalan dengan efektif. Hal ini merupakan hal yang mendasari eksistensi
pembelajaran bahasa Indonesia mulai meluas di tingkat internasional. Menurut data dari Pusat
Bahasa yang ada di Jakarta, program pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur
Asing (BIPA) telah diselenggarakan sekitar 46 negara yang ada di dunia (Azizah,
dkk, 2012:1). Keberadaan
MEA menjadi pengingat bagi kita betapa urgennya pemerintah memformulasikan
suatu kebijakan khusus tentang penguasaan bahasa Indonesia. Dengan adanya
standar khusus tersebut, orang asing diberi kewajiban untuk menguasai bahasa
Indonesia dengan baik sehingga akan memudahkan komunikasi serta menjalin
kerjasama di era MEA.
Pembelajaran BIPA
berbasis budaya merupakan salah satu langkah yang dapat diberlakukan terhadap
orang asing yang akan menetap di Indonesia dalam waktu yang relatif lama.
Dengan adanya pembelajaran ini, tentunya pembelajar asing akan merasa terbantu
untuk mencapai kompetensi dan standar penguasaan bahasa Indonesia yang
dipersyaratkan. Tidak hanya itu, pembelajaran tersebut juga akan membekali
pembelajar BIPA mengenai keterampilan berbahasa Indonesia dan pengetahuan
tentang budaya Indonesia. Hal ini merupakan ranah yang penting untuk dilakukan
guna memberikan pemahaman terhadap budaya Indonesia yang beragam sehingga akan
membantu pembelajar BIPA dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri di bangsa
ini. Oleh karenanya, konten pembelajaran BIPA sebaiknya memuat penanaman
nilai-nilai budaya Indonesia beserta keunikannya. Pembelajaran BIPA tidak hanya
ditujukan agar pembelajar menguasai bahasa verbal semata melainkan konsep
budaya dan adat istiadat masyarakat Indonesia yang juga merupakan komponen
penting untuk diketahui oleh pembelajar asing.
Dengan adanya pembelajaran
BIPA berbasis budaya tersebut, diharapkan akan membantu proses
internasionalisasi bahasa dan budaya Indonesia, khususnya di tingkat Asean. Pembelajar
BIPA dapat mengenal bahasa dan budaya Indonesai dengan baik sehingga akan
menjadi bekal bagi mereka untuk menetap di Indonesia. Pembelajaran yang
dirancang seperti tersebut tentunya juga akan memberikan sumbangsih dalam
memperkenalkan serta memberikan pemahaman tentang bahasa serta budaya Indonesia
yang unik di mata dunia internasional. Dengan demikian, pembelajar BIPA
setidaknya tidak hanya menguasai kaidah bahasa Indonesia semata tetapi dapat
berkomunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan konteks bangsa Indonesia yang
multikultural. Hal ini sangatlah penting dikarenakan konteks kultur Indonesia dengan
beberepa negara Asean yang lainnya tentunya mendapat perbedaan-perbedaan
tertentu. Berdasarkan uraian tersebut, maka saya tertarik menulis makalah
dengan judul “Implementasi Pembelajaran BIPA Berbasis Budaya Sebagai Strategi
Menghadapi MEA”
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di
atas, maka rumusan masalah yang didapat adalah “Bagaimana imlementasi
pembelajaran BIPA berbasis budaya sebagai strategi menghadapi MEA?”
3.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui imlementasi pembelajaran BIPA berbasis budaya
sebagai strategi menghadapi MEA.
4.
Manfaat
Manfaat dari penulisan
makalah ini adalah sebagai referensi bagi instruktur atau pengajar BIPA agar
memuat unsur budaya dalam pengajaran BIPA guna memberikan pemahaman yang utuh
mengenai bahasa dan budaya Indonesia terhadap pembelajar asing.
B.
PEMBAHASAN
1.
Bahasa
dan Budaya
Brown
(dalam Supardo, 1988:29) menyatakan bahwa bahasa memiliki hubungan yang erat
juga dngan kebudayaan. Kebudayaan merupakan bagian yang integral pada intraksi
antara bahasa dan pikiran. Pola kebudayaan, adat-istiadat, dan cara hidup
manusia dinyatakan dngan bahasa. Pandangan dunia yang khas dinyatakan dalam
bahasa. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Aslinda dan Syafyahya
(2010: 11) bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, segala hal yang ada
dalam kebudayaan akan tercermin di dalam
bahasa. Sementara itu, Chaer dan Agustina (2004: 165) menyatakan bahwa hubungan
bahasa dan kebudayaan adalah hubungan subordinatif, di mana bahasa berada di
bawah lingkup kebudayaan. Namun, hal ini bukanlah satu-satunya konsep yang
utama, sebab ada pendapat lain yang menyatakan bahwa bahwa bahasa dan kebudayaan
memiliki hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat atau sama
tingginya.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, dapat kita pahami bahwa bahasa memiliki peranan
dalam suatu kebudayan karena pada dasarnya suatu kebudayaan akan diekspresikan
melalui bahasa, terlepas dari pola hubungan keduanya. Ketika kita membicarakan
keadaan suatu masyarakat, pada dasarnya sebagian besar yang kita bicarakan
adalah mengenai budaya. Misalnya saja ketika kita menyaksikan tradisi atau adat
istiadat suatu masyarakat di daerah tertentu,, bilamana kegiatan tersebut
melibatkan bahasa di dalamnya, tentunya pemeran akan menyampaikan atau
mengkomunikasikan ide-ide yang bersifat universal yang mana merupakan identitas
masyarakat setempat. Begitu juga halnya ktika kita melakukan proses pemblajaran
bahasa Indonesia bagi pnutur asing, secara implisit kita sebenarnya sudah
mngajarkan budaya Indonesia kepada orang asing sebab bahasa merupakan bagian
dari kebudayaan. Hal ini sejalan dengan pndapat Pamungkas (2012:16) menyatakan
bahwa bahasa indonsia brfungsi sbagai bahasa pengembang kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam menjaring
kebutuhan pengembangan kebudayaan, pengetahuan, dan teknologi yang dapat
menjangkau seluruh tanah air Indonesia tentu diperlukan bahasa yang dipahami
seluruh bangsa Indonesia.
2.
Eksistensi
Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA)
Eksistensi pembelajaran
BIPA di dalam maupun luar negeri semakin menguat. Hal ini dibuktikan dengan
maraknya pembelajar asing yang datang ke Indonesia. Lembaga-lembaga kursus BIPA
pun kian banyak. Tidak hanya itu, bahkan di beberapa Universitas ternama di
Indonesia, mulai banyak pembelajar asing yang melanjutkan studi di jurusan bahasa
Indonesia. Bahkan beberapa dari mereka mempelajari bahasa Indonesia hingga ke
jenjang S-2. Hal ini membuktikan betapa seriusnya orang asing ingin menguasai
bahasa Indonesia dengan berbagai kepentingan. Di samping itu, pemerintah Indonesia juga sudah
melakukan tindakan real berupa pengiriman beberapa pengajar atau instruktur
BIPA ke beberapa Negara di dunia. Para pengajar BIPA tersebut tentunya memiliki
peran yang sangat strategis dalam memperkenalkan khasanah bahasa dan budaya
Indonesia di dunia internasional.
Pejabat kementrian Luar
Negeri Indonesia (dalam Hudjolly, 2011:1) menyatakan bahwa ada 45 negara di
dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah luar negeri,
misalnya Australia, Amrika Srikat, Kanada, dan Vietnam. Di Asutralia, bahasa indonsia
menjadi bahasa populer keempat di mana tercatat sekitar 500 sekolah yang
mengajarkan bahasa Indonesia. Di Vietnam, sejak akhir 2007, Pemerintah daerah Ho Chi Minh City telah mengumumkan
secara resmi bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Jadilah Vietnam sebagai
anggota ASEAN pertama yang menatapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kedua di negaranya. Bahasa Indonesia di Vietnam disejajarkan dengan bahasa
Inggris, Prancis, dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan.
Selanjutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) juga melepas pengajar
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) 2016 pada Selasa (16/2/2016). Tahun
ini ditargetkan sebanyak 80 pengajar BIPA untuk dikirimkan ke 16 negara. Sejauh
ini sudah terseleksi 66 pengajar BIPA yang telah resmi dilepas Kemendikbud di
Kantor Kemendikbud, Jakarta. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Dadang Suhendar menuturkan
ke-66 pengajar tersebut dibagi menjadi dua gelombang, yang masing-masing
menjalani pembekalan pada Januari dan Februari 2016. Sejumlah negara-negara
tujuan untuk pengiriman pengajar BIPA tersebut adalah Vietnam, Laos, Thailand,
Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Cina, Jerman, Perancis,
Myanmar, Amerika Serikat, Filipina, Maroko, hingga Tunisia (http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016). Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar (2010:263) juga menyatakan bahwa peminat bahasa Indonesia
berangsur-angsur bertambah. Di beberapa sekolah umum yang ada di lura negeri,
bahasa Indonesia tetap menjadi salah satu mata pelajaran bahasa asing yang
dipelajari. Misalnya Prancis, Selandia Baru, Australia, dan Jepang. Di beberapa
perguruan tinggi negara jiran, bahasa Indonesia menjadi salah satu jurusan
bahasa asing yang secara berangsur-angsur diminati.
3.
Implementasi
Pembelajaran BIPA Berbasis Budaya Sebagai Startegi Menghadapi MEA
Kegiatan proses
belajar-mengajarkan bahasa Indonesia menyangkut beberapa aspek, antara lain:
aspek sosial, kultural, integratif, komunikatif, dan pragmatif (Supardo, 1988:19).
Aspek sosial merupakan sarana komunikasi antar anggota masyarakat. Dengan bahasa
setiap orang dapat menyampaikan gagasan, dan perasaan kepada orang lain.
Penutur bahasa adalah anggota masyarakat itu. Pengajaran bahasa beraspek sosial
terlihat dari kenyataan bahwa kata-kata, struktur bahasa yang diajarkan itu
pada akhirnya harus menjadi alat komunikasi. Aspek kultural dalam pengajaran
bahasa terlihat baik pada unsur bahasa maupun sikap berbahasa. Dalam berbicara
dengan orangtua kita menggunakan kata Bapak, Ibu, atau Paman bukan kata engkau,
kamu, atau sejenisnya. Untuk menyatakan kepergian ke alam baka kita memakai
kata-kata meninggal, wafat, mangkat, atau tiada lagi. Aspek integratif yaitu
bahwa bahasa mempunyai unsur-unsur bunyi yang terdiri atas kata, frasa, klausa,
dan kalimat. Unsur-unsur itu tidak pernah terpisahkan dari yang lain. Setiap
kata tidak akan ada artinya apabila tidak disertai oleh kata yang lain di dalam
pemakaian bahasa. Aspek komunikatif yaitu adanya hubungan makna dalam bahasa
tersebut. Aspek pragmatik yaitu studi pemakaian bahasa yang dihubungkan dngan
konteksnya, yaitu bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.
Begitu
juga halnya dengan pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) yang
tentunya tidak bisa terlepas dari aspek-aspek tersebut khususnya aspek
kebudayaan sebab bahasa merupakan bagian dari kebudayaan serta sarana
penyampaian kebudayaan tertentu. Hal ini sebagaimana menurut Chaer (2006:2)
yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia sendiri mempunyai kedudukan sebagai
bahasa nasional dan bahasa resmi Negara di tengah-tengah berbagai macam bahasa daerah,
mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Alat
untuk menjalankan administrasi negara. Ini berarti segala kegiatan administrasi
kengaraan, seperti surat-menyurat dinas, rapat-rapat dinas, pendidikan dan
sebagainya harus diselenggarakan dalam bahasa Indonesia.
2. Alat
pemersatu berbagai suku bangsa di Indonsia. Komunikasi di antara anggota suku
bangsa yang berbeda kurang mungkin dilakukan dalam salah satu bahasa daerah
dari anggota suku bangsa itu. Komunikasi lebih mungkin dilakukan dalam bahasa
Indonesia. Karena komunikasi antarsuku ini dilakukan dalam bahasa Indonesia,
maka akan terciptalah perasaan “satu bangsa” di antara anggota suku-suku bangsa
itu.
3. Media
untuk menampung kebudayaan nasional. Kebudayaan daerah dapat ditampung dengan
media bahasa daerah, tetapi kebudayaan nasional Indonesia dapat dan harus
ditampung dengan media bahasa Indonesia.
Pembelajaran BIPA
berbasis budaya tentunya akan sangat membantu pembelajar asing dalam memahami
bahasa dan budaya Indonesia. Melalui pembelajaran BIPA berbasis budaya, seorang
instruktur atau pengajar BIPA dapat dengan mudah menginternalisasikan
budaya-budaya Indonesia kepada pembelajar asing. Selain itu, di era MEA
pmbelajar BIPA tentunya tidak hanya memerlukan penguasaan bahasa semata,
melainkan penguasaan terhadap konten budaya Indonesia yang beragam. Pemahaman
tentang budaya ini tentunya menjadi hal yang sangat penting dikarenakan
pembelajar BIPA di era MEA tentunya akan menetap dalam kurun waktu yang cukup
lama di Indonesia. Selain itu, kepentingan mereka belajar BIPA juga tentunya
bukan sekadar mahir dalam berbahasa Indonesia tetapi memiliki pemahaman yang
utuh dan lebih lengkap sehingga mereka dapat berkomunikasi dalam konteks kultur
Indonesia. Pemahaman semacam ini akan sangat membantu mereka dalam beradaptasi
karena konteks budaya Indonesia dan Negara-negara lain tentunya banyak terdapat
perbedaan.
Menurut Alimatussa”diyah
(2016:46) kesadaran pembelajar BIPA tentang budaya Indonesia akan sangat
membantu pembelajar dalam mengaktualisasikan diri mereka secara tepat di dalam
bahasa Indonesia. Nilai-nilai budaya yang harus diimplementasikan ke dalam
bahan ajar meliputi:
a. Pengetahuan
tentang kehidupan sosial dan budaya masyarakat di Indonesia
b. Kebudayaan/ciri
khas daerah-daerah di Indonesia
c. Sistem/norma
yang ada di Indonesia
d. Pariwisata
dan kesenian daerah yang ada di Indonesia
Oleh
karena itu, melalui pembelajaran BIPA berbasis budaya, seorang pengajar BIPA
dapat dengan mudah memperkenalkan nilai-nilai budaya Indonesia baik budaya
fisik maupun non fisik kepada pembelajar asing. Menurut Mussaif (2016:253) budaya fisik yang
dapat diajarkan dalam pembelajaran BIPA dapat berupa tempat-tempat wisata dan
situs-situs budaya Indonesia yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan
tentang keanekaragaman hasil budaya dan destinasi wisata yang mengagumkan.
Sementara itu, budaya nonfisik dapat berupa nyanyian/lagu, cerita rakyat, adat
istiadat, dan tradisi masyarakat yang mana dapat memberikan ruh kelembutan,
harmonisasi, dan keunikan yang menyentuh sisi psikologis. Budaya fisik dalam
konteks ini misalnya saja jika program pembelajaran diselenggarakan di kota
Bandung, maka materi ajar dapat berupa teks-teks yang dekat dengan lingkungan belajar,
misalnya tentang sejarah tangkuban perahu, tempat-tempat unik di bandung, serta
beragam makanan khas bandung. Hal ini bertujuan memberikan pengalaman yang
konkret kepada pembelajar. Jika memungkinkan dalam waktu tertentu seorang
pengajar bisa melaksanakan pembelajaran outdoor
dengan langsung observasi terhadap konten budaya yang diajarkan atau bisa juga
melalui media tertentu sehingga pembelajar dapat belajar bahasa sekaligus mengenali
budaya Indonesia.
Selanjutnya,
metode lain yang juga yang dapat digunakan adalah melaksanakan pembelajaran dengan memperkenalkan budaya nonfisik
seperti lagu atau nyanyian. Tingkat kesukaran lagu tersebut tentunya bergantung
dengan tingkat atau jenjang pembelajar. Misalnya pembelajar dapat dibekali lagu
yang berjudul “satu-satu” untuk tingkat pemula atau A-1. Lagu ini secara
eksplisit menyimpan makna kultur yaitu tentang perkenalan dan rasa sayang
terhadap keluarga. Begitu juga halnya lagu “lihat kebunku” yang merepresentasikan
kecintaan terhadap tanaman. Lagu “naik delman” yang bertujuan untuk memperkenalkan
alat transportasi tradisional Indonesia yang berupa delman.
Namun
demikian, pembelajaran BIPA berbasis budaya bukan berarti budaya adalah hal
yang prioritas. Dalam konteks ini, penguasaan bahasa tetaplah hal yang utama.
Budaya hanya merupakan sarana penguasaan bahasa sekaligus menjadi pengetahuan
tambahan bagi pembelajar asing. Pembelajaran ini juga akan lebih efektif jika
dilaksanakan secara integratif sehingga tidak ada pemisahan khusus antara
kompetensi dari tiap-tiap keterampilan berbahasa. Oleh karenanya, suatu
kompetensi tertentu bisa saja mengajarkan beberapa keterampilan berbahasa. Selanjutnya,
budaya yang diajarkan juga disesuaikan dengan kebutuhan pembelajar, seperti
halnya lagu tersebut yang mana harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan
penguasaan bahasa pembelajar asing sehingga bahan ajar pun menjadi relevan
dengan tingkat atau jenjang penguasaan bahasa pembelajar.
Dengan
pembelajaran yang demikian, seorang pengajar BIPA dapat membantu pembelajar
asing menguasai bahasa Indonesia dengan mudah serta mampu memahami konten
budaya yang diajarkan. Eksistensi pembelajaran BIPA akan semakin menguat dengan
adanya penerapan MEA yang sudah berlangsung. Dengan dikenalnya bahasa Indonesia
di era MEA maka pembelajar asing akan mengetahui keunikan budaya Indonesia yang
beragam. Minat pembelajar asing yang kuat terhadap bahasa Indonesia pada
akhirnya akan semakin membuat bahasa Indonesia dikenal secara global sehingga
hal ini tentunya menjadi sebuah peluang bagi bahasa Indonesia untuk menjadi
salah satu bahasa Internasional. Namun demikian, rencana dan harapan ini
tentunya akan dapat dicapai dengan adanya dukungan dari pemerintah. Sudah
selayaknya pemerintah Indonesia memformulasikan kebijakan khusus terhadap
standardisasi penguasaan bahasa Indonesia bagi pembelajar asing yang akan
menetap di Indonesai dengan berbagai kepentingan. Dengan adanya standar khusus
yang telah disahkan oleh pemerintah, pembelajar asing pun dituntut untuk
mengenal bahasa dan budaya Indonesia sehingga kesempatan ini merupakan sarana
atau jembatan bagi bahasa indonesai untuk lebih eksis di kancah internasional.
C.
KESIMPULAN
Saat
ini eksistensi pembelajaran BIPA semakin menguat baik di dalam maupun luar
negeri. Banyak lembaga-lembaga di Indonesia yang mulai membuka kursus
pembelajaran BIPA. Begitu juga sebaliknya, pemerintah Indonesia pun mulai
mengirimkan beberapa instruktur atau pengajar BIPA ke beberapa Negara seperti Vietnam, Laos, Thailand, Singapura,
Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Cina, Jerman, Perancis, Myanmar, Amerika
Serikat, Filipina, Maroko, hingga Tunisia. Dalam impelentasinya, pembelajaran
bahasa tentunya tidak bisa terlepas dari aspek kultural dari bahasa yang
diajarkan karena belajar bahasa sejatinya juga belajar kebudayaan. Pembelajaran
BIPA berbasis budaya dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
memperkenalkan budaya fisik maupun nonfisik dari budaya tersebut. Pembelajaran
BIPA berbasis budaya fisik misalnya dengan memasukkan konten tempat-tempat
wisata dan benda-benda yang menjadi ciri khas daerah tertentu. Sementara itu,
budaya fisik dapat berupa nyanyian ataupun tradisi dari suatu daerah. Konten
budaya ini tentunya dapat dimuat dalam bahan ajar pada pembelajaran BIPA untuk
membantu pembelajar asing menguasai keterampilan berbahasa yang diinginkan.
Pembelajaran BIPA berbasis budaya tetap menekankan penguasaan berbahasa Indonesia
sebagai orientasi utama. Budaya dalam konteks ini hanya berperan sebagai sarana
penguasaan keterampilan berbahasa. Di samping itu, implementasi pembelajaran
BIPA berbasis budaya juga dilakukan secara integratif sehingga tidak ada
pemisahan antarketerampilan berbahasa tertentu. Pembelajaran BIPA berbasis
budaya di era MEA juga diharapkan dapat menjadi suatu kesempatan bagi orang
asing untuk memahami bahasa sekaligus budaya Indonesia dengan optimal sehingga
dapat menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan masyarakat Indonesa. Selain
itu, pembelajaran BIPA berbasis budaya di Era MEA tentunya juga sangat
diharapkan menjadi sarana internasionalisasi bahasa Indonesia itu sendiri
sehingga bahasa Indonesia diakui secara global dan dapat menjadi salah satu
bahasa Internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimatussa”diyah.
2016. Pengimpelementasian Nilai-Nilai
Budaya Dalam Bahan Ajar BIPA. Prosiding, Universitas Negeri Semarang, Semarang,
Hal. 46.
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika
Aditama.
Azizah, dkk. 2012. Pembelajaran
BIPA Program CLS (Critical Language Scholarship) di Fakultas Sastra Universitas
Negeri Malang. Malang: Universitas Negeri Malang.
Char, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Pt Rineka Cipta.
Chaer,
A. dan Agustina, L. 2004. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Iskandarwassid
dan Dadang Sunendar. 2010. Strategi
Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hudjolly.
2011. Bahasa Indonesia Di Mata Dunia.
Raja Ali Haji. (Diakses dari http://www.rajaalihaji.com pada tanggal 4 Januari 2016)
Mussaif,
Moh. Muzakka. 2016. Pembelajaran BIPA
Berbasis Budaya. Prosiding, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Hal. 253.
Pamungkas, Sri. 2012. Bahasa Indonesia Dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: ANDI.
Supardo,
Susilo. 1988. Bahasa Indonesia Dalam
Konteks. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/02/16/361171/kemendibud-lepas-pengajar-bahasa-indonesia-bagi-penutur-asing-2016
(Diakses pada 4 Januari 2016)