Mimpi adalah sumber kekuatan bagi manusia untuk berjuang. Dengan adanya mimpi, hidup menjadi lebih terarah untuk menggapai tujuan hidup. Hidup tanpa mimpi tentunya akan gersang, bagai perahu yang terombang-ambing di tengah lautan biru. Setiap manusia tentunya memiliki cita, tidak terkecuali dengan sosok Andri Efriadi yang memiliki keinginan menjadi guru atau pendidik. Sejak duduk di bangku SMA, walaupun berasal dari keluarga yang pas-pasan ia tetap semangat berjuang. Ia begitu ingin menorekan kontribusi terbaik untuk sekeliling. Demi cita-cita yang mulia tersebut, ia melanjutkan kuliah ke Yogyakarta, tepatnya di UIN Sunan Kalijaga, mengambil jurusan Bimbingan dan Konseling. Ia merasa bahwa Jogja adalah kota yang tepat untuk menimba ilmu. Selain dikenal dengan kota pelajar, Jogja memiliki banyak keunikan. Penduduknya yang ramah dan budayanya yang khas tentunya membuat Andri kian betah untuk menambah khasanah pengetahuan.
Menjadi guru sudah menjadi cita-cita dan keinginannya sejak dulu. Menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain tentunya sederhana dan mudah untuk dilakoni. Maka, esensi dari beragam profesi yang digeluti adalah agar seorang dapat menorehkan manfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar. Manfaat tersebut tentunya bisa beragam, tergantung dengan kemampuan kita secara personal. Maka dari itu, setiap insan tentunya bisa memberikan manfaat.
Berangkat dari pola pikir yang demikian lah, menjadi guru adalah pilihan serta panggilan hati dan nurani. Dalam seluk-beluk kehidupan ini, cita-cita yang kumiliki tak semata-mata membanggakan diri sendiri, tapi impian dan cita-cita untuk bermanfaat bagi orang lain. Semoga bisa bermanfa’at, sebagai jalan mencari ridho di mata Allah.
“Khairunnas anfa’uhum linnas”
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Harapan menjadi guru terkabul pada tahun 2007. Kala itu, ia diminta menjadi guru honorer di MAN 4 Bantul, yaitu mengampu tugas sebagai guru Bimbingan dan Konseling. Ada kebanggaan tersendiri walaupun statusnya adalah guru honorer. Semangatnya tidak kendor untuk mewujudkan mimpi menjadi guru agar bermanfaat untuk orang lain, walau status sebagai guru honorer tersebut. Menurutnya, status bukanlah kendala untuk memberikan sumbangsih terbaik. Ia senantiasa memupuk semangat untuk memberikan jasa yang terbaik untuk setiap anak didiknya.
Menjadi guru honorer, tidak pernah terbesit tentang berapa honor yang akan ia dapatkan, namun menjadi tantangan tersendiri baginya untuk lebih bersemangat, berbagi ilmu pada orang lain. Kehidupan menjadi guru honorer sangatlah sulit, namun sudah menjadi panggilan hati nurani untuk mengabdi menjadi guru sehingga ia merasa bahagia.
Semenjak menjadi guru bimbingan konseling di MAN 4 Bantul, Andri telah banyak mengantarkan siswa ke Perguruan Tinggi Negeri ternama. Dengan demikian, semakin menambah semangatnya menjadi seorang pendidik. Di mana ada kemauan, pasti ada jalan.
Walau berjuang sebagai guru honorer, tidak sedikitpun ia merasa putus. Ia tidak minder, iri, maupun berkeluh kesah atas apa yang diterima. Harapan demi harapan yang sangat besar, agar menjadi manfaat bagi orang banyak tetap menjadi prinsip yang dipegang teguh.
Kerja keras dan dukungan bapak/ibu guru, pegawai, dan semangat siswa yang tinggi, membuat banyak lulusan yang berhasil melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi baik di dalam maupun luar negeri.
Sudah menjadi pola hidupnya untuk tetap mengembangkan potensi diri menjadi guru yang baik. Dari sinilah saya banyak belajar arti kehidupan. Berkat pengalaman menjadi menjadi guru, telah banyak prestasi yang ia capai. Prestasi tersebut tidak menjadikan dirinya sombong, bangga diri, namun sebagai penyemangat dalam menjalankan profesi sebagai guru. Berbagai prestasi tersebut adalah terpilih sebagai guru favorit, guru inspiratif, guru motivator, guru istimewa, pilot SNMPTN, guru bersahaja kemudian sebagai guru inspiratif Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah Tahun 2017.
Saat ini, profesi sebagai guru di MAN 4 Bantul tetap ia jalani dengan baik. Selama menekuni profesi guru honorer di Madrasah, ada hal yang menjadi keprihatinan baginya, Ia menemui anak yang memiliki potensi, berminat melanjutkan sekolah, namun keterbatasan ekonomi membuat rawannya putus sekolah. Keprihatinan itu memunculkan pikiran bagaimana untuk membantu anak-anak yang tidak mampu tersebut agar bisa melanjutkan pendidikan.
Pada Tahun 2011, Andri mulai merintis Pondok Pesantren khusus anak-anak tidak mampu (kaum dhuafa) dengan harapan agar membantu mereka meraih cita-cita dan impian masa depannya. Mendirikan pondok pesantren tersebut bertujuan agar bisa menampung dan menyekolahkan mereka ke sekolah formal, tanpa harus mengenyampingkan aktivitas Andri sebagai guru di MAN 4 Bantul. Dengan demikian, ia berusaha agar tetap istiqomah menjadi guru, membagi waktu antara madrasah dan pondok pesantren.
Pada awalnya, pondok pesantren didirikan dengan mengontrak rumah, mencari modal sendiri, dan hanya menampung beberapa anak saja. Seiring perkembangan zaman, pesantren yang dirintis tambah baik dan semakin berkembang pesat. Peminat yang belajar dan tinggal di Pesantren semakin tahun semakin meningkat. Berkat banyak dukungan dari masyarakat, ditambah dengan berbagai prestasi dari para santri, akhirnya pondok pesantren tersebut menampung santri yang lebih banyak.
Lembaganya mulai membangun asrama baru dan mendapatkan tanah wakaf. Perjuangan untuk menampung anak-anak yatim dan dhuafa tidak berakhir, perjalanan demi perjalanan dilewati demi mewujudkan cita-cita dan impian menyekolahkan anak-anak ke sekolah jenjang lebh tinggi.
Selalu bersyukur dengan waktu-waktu menjadi guru dan harus membagi waktu dengan baik untuk mendampingi santri di Ponpes Darul Mushlihin dan MAN 4 Bantul, namun tidak megurangi keistikomahannya menjadi guru di Madrasah walaupun sampai saat ini statusnya masih sebagai guru honorer.
Setiap hari dilewatinya dengan rutinitas di madrasah dan Pondok Pesantren. Pondok Pesantren yang hanya satu asrama kini sudah membuka cabang di tempat lain. Semulanya hanya menampung anak-anak SMA, saat ini pondok pesantren sudah menampung dan menyekolahkan mulai jenjang SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Dulu, di awal perintisan, pesantren hanya terkhusus santri putra saja, kini sudah untuk anak putra dan putri dan sudah meluluskan beberapa kali angkatan. Berkat perjuangan panjang, kerja keras, dan selalu berdo’a kepada Allah SWT, akhirnya saat ini berhasil menyekolahkan kurang lebih 250 santri mulai SMP hingga SMA bahkan Perguruan Tinggi.
Santri-santri di pesantren yang ia rintis dan didirikan saat ini berasal dari berbagai penjuru tanah air maupun luar negeri. Suatu kebahagiaan tersendiri baginya karena bisa mengantarkan anak-anak ke jenjang pendidikan yang lebih tiggi sehingga bisa membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan di negeri ini.
Pondok pesantren yang ia dirikan dikelola dengan baik dan sudah mendapat izin resmi dari Kementrian Agama. Pengakuan demi pengakuan diberikan oleh pemerintah atas prestasi yang diraih pondok pesantren. Tahun 2019 meraih administrasi terbaik, juara umum POSPEDA. Prestasi yang diraih santri juga tidak sedikit, baik tingkat kabupaten, provinsi, nasional, maupun internasional.
Walaupun mengelola pondok pesantren, ia tidak meninggalkan tugas sebagai guru di madrasah, bahkan dengan profesi tersebut ia bisa berbagi ilmu dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Menjadi guru honorer tidak bisa terpisahkan dengan kegiatan sebagai pengasuh pondok pesantren, dan mengurus anak-anak sekitar 200 orang. Hal tersebut tentunya membutuhkan pemikiran, energi yang lebih, dan kerja keras, sebab semua santri di pondok pesantren tidak dipungut biaya, semua gratis, baik pendidikan formal maupun nonformal. Tidak sedikitpun semangatnya kendor demi masa depan kaum Dhuafa dan masa depan siswa MAN 4 Bantul.
Keberlangsungan Pondok Pesantren tersebut tidak terlepas dari dukungan dari masyarakat luas, khususnya para donatur yang setia ikut berperan serta untuk membantu keberlangsungan kegiatan pendidikan anak-anak tidak mampu di pondok pesantren.
Pesantren didirikan bukan hanya sebagai tempat menampung anak-anak, namun untuk mempersiapkan bekal dan keterampilan anak-anak setelah mereka lulus dari pondok pesantren ini. Bukan sekadar disekolahkan, difasilitasi tempat tinggal, dan dipenuhi kebutuhan sehari-hari, namun para santri dibina dan diberikan bekal keterampilan agar setelah lulus siap untuk terjun di masyarakat.
Santri dididik dan dilatih untuk mandiri dengan pembiasaan hidup penuh kemandirian, dan berwirausaha. Para santri di bina untuk produktif memproduksi usaha seperti pizza, roti, dan makanan ringan lainnya. Suatu saat nanti anak-anak telah mendapatkan bekal setelah lulus.
Setiap perjuangan tentunya ada hambatan dan rintangan, perjuangan tentunya membutuhkan banyak pengorbanan. Ia melewati proses panjang dan melelahkan untuk menebar kebaikan.
Alhamdulillah pada akhirnya sampai saat ini impian membantu orang lain mengentaskan kemiskinan masih berjalan dengan baik, lulusan-lulusannya tidak memalukan. Mereka kuliah di berbagai perguruan tinggi ternama, bahkan sudah ada yang buka usaha dan mengajar. Jangan lelah berbuat kebaikan, selalu tebar senyum, dan berbuat baiklah kepada siapapun.