Analisis Kesenian Rejung Pada masyarakat
Talo Kabupaten Seluma
OLEH:
Febi
Junaidi
A1A010076
Dosen:
Dra.
Yayah Chanafiah, M.Hum.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Analisisi Kesenian Rejung Pada
Masyarakat Talo, Seluma ” ini.
Penulis
menyadari bahwa di dalam pembuatan proposal ini tidak terlepas dari tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan juga bantuan berbagai pihak. untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dra. Yayah Chanafiah,
M.Hum.yang selalu memberikan dorongan dan
bantuan baik saran, moral, serta teman-teman seperjuangan atas sumbangan
pikiran yang bersifat positif terhadap selesainya makalah ini.
Penulis
menyadari, bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan
segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga proposal ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
kritik dan saran para pembaca sangatlah kami harapkan demi penyempurnaan
proposal ini kedepanya.
Akhir kata, penulis minta maaf atas segala kesalahan dan semoga proposal ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bengkulu, November
2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra
dibuat pengarang untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada penikmatnya
(Suharianto, 1982: 17). Sebagai karya fiksi, yang ingin dikomunikasikan oleh
setiap karya sastra ialah perasaan-perasaan dan bukan pengetahuan seperti
umumnya karangan bukan sastra. Dengan karyanya seorang pengarang karya fiksi
bermaksud menyampaikan perasaan-perasaannya sebagaimana yang dirasakannya pada
waktu ia bersentuhan dengan kehidupan sekitar. Karya sastra menambah kekayaan
batin setiap penikmatnya. Ia mampu menjadikan para penikmatnya lebih peka
terhadap hidup dan kehidupan.
Sebuah
karya sastra bisa dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan dinikmati
dikala senggang. Ia menjadi sesuatu yang ringan, menarik, menyenangkan, dan
bisa mengendurkan pikiran. Karya sastra bisa juga dipandang sebagai sesuatu
yang berharga dan mulia, yang hanya bisa dipahami dan dihayati bila telah
dikaji dan direnungkan dengan sungguh-sungguh karena di dalamnya terdapat
hakikat kebenaran, kebaikan, keindahan yang diungkapkan secara artistik. Menurut
Horace (dalam Teeuw, 1984: 8), karya sastra itu ‘dulce et utile’, yang berarti
sastra itu menyenangkan dan berguna bagi penikmatnya.
Dengan
mengacu pada tiga paradigma peradaban menurut Alvin Toffler (1980), ranah
sastra dapat dipilah ke dalam paradigma peradaban agraris, industrial, dan
informasi. Sastra dalam peradaban agraris didominasi genre sastra lisan; sastra
dalam peradaban industrial didominasi genre sastra tulis; dan sastra dalam
peradaban informasi didominasi genre sastra elektronik. Berdasarkan hal ini
objek penelitian sastra dapat diklasifikasikan ke dalam sastra elektronik,
sastra tulis, dan sastra lisan.
Sastra lisan yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu,
umumnya akan berbeda dengan yang lain. Bahkan dalam daerah yang bersangkutan terdapat
kemungkinan tentang adanya versi. Hal ini tidak menjadi persoalan karena ciri
khas dari sebuah karya sastra lisan adalah dengan adanya versi. Namun, hal yang
menjadi perhatian kita adalah tentang keberadaan sastra lisan yang ada di
daerah kita. Memang banyak peneliti yang telah mengkaji sastra lisan yang ada
di Indonesia, tetapi masih banyak juga sastra lisan yang terlewatkan oleh
peneliti.
Sastra lisan merupakan warisan budaya yang kita miliki.
Sudah seharusnya kita sebagai bagian dari masyarakat untuk melestarikan agar
jangan sampai semua itu luntur. Sastra lisan merupakan kajian yang menarik jika
kita mampu menelusuri lebih dalam tentang sebuah sastra lisan. Banyak hal yang
terkandung dalam sebuah sastra lisan, tidak hanya mencakup makna simbolik,
fungsi, serta nilai tetapi juga dapat kita kaji aspek strukturnya sebagaimana
struktur dalam sebuah karya sastra. Seperti halnya dengan sebuah karya sastra,
sastra lisan dapat ditafsirkan sebagai langkah untuk memperoleh pesan, makna,
dan fungsi.
Sastra lisan seagai salah satu bentuk kebudayaan daerah,
yang tumbuh dan terpelihara oleh masyarakat pendukungnya secara turun-temurun.
Sastra lisan merupakan pencerminan situasi, kondisi, tata karma dan kepercayaan
masyarakat pendukungnya. Selain itu sastra lisan merupakan salah satu bentuk
folklore daerah memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan folklore
daerah lainnya. Sastra lisan diwariskan dari mulut ke mulut. Jenis sastra lisan
perlu didokumentasikan dan diinventarisasi secara cermat. Danandjaya (1991:46)
mengemukakan bentuk sastra lisan ada berbagai macam, misalnya berupa prosa
rakyat, puisi rakyat, dan bentuk prosa berirama. Salah satu sastra lisan yang
ada di Nusantara ini adalah sastra lisan yang berupa rejung yang terdapat pada
masyarakat Serawai Propinsi Bengkulu, khususnya di daerah Talo, Kabupaten
Seluma.
Dalam keseharian masyarakatnya dikenallah sebuah kesenian
yang masih terus ada sampai sekarang namun sudah memudar dikalangan masyarakat
Talo itu sendiri, Padahal, rejung atau biasa disebut rejungan ini memiliki arti
yang sangat penting dalam pengembangan kebudayaan, adat serta kesenian bagi
masyarakat Talo itu sendiri. Hal inilah yang kemudian mendorong penulis untuk
membahas tentang kesenian rejung ini.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
karakteristik kesenian rejung pada masyarakat Talo kabupaten seluma?
b. Apa
fungsi kesenian rejung pada masyarakat Talo kabupaten Seluma?
c. Nilai-nilai
apa saja yang terkandung dalam kesenian rejung pada masyarakat Talo kabupaten
seluma?
C. Tujuan
a. Untuk
mengetahui karakteristik kesenian rejung pada masyarakat Talo, Seluma.
b. Untuk
mengetahui fungsi rejung pada masyarakat Talo, Seluma.
c. Untuk mengetahu nilai-nilai yang terkandung
dalam kesenian rejung pada masyarakat Talo, Seluma
D. Manfaat Penelitian
Manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi peneliti sendiri sebagai sarana untuk meningkatkan apresiasi
terhadap kesenian rejung yang ada di daerah Talo kabupaten seluma.
2.
Bagi mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia sebagai sarana untuk
menambah pengetahuan dan wawasan, serta meningkatkan apresiasi terhadap
Kesenian rejung di daera Talo kabupaten seluma.
BAB
II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Penelitian
Penelitian
merupakan suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah dengan
dukungan data sebagai landasan dalam mengambil kesimpulan. Disamping itu,
digunakan juga metode ilmiah ( scientific methodes) (Yayah Chanafiah, 2002). Di
samping itu, menurut susetyo (2010:1) penelitian adalah proses, cara, perbuatan
memeriksa sesuatu dengan cermat. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencari atau
mengetahui sesuatu yang ingin diketahui oleh peneliti. Tuloli dalam buku
Suwardi Endraswara, 2003: 10, penelitian sastra memiliki peranan penting dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, di samping itu juga berpengaruh positif
terhadap pembinaan dan pengembangan sastra itu sendiri. Dalam penelitian
kebudayaan, sifat-sifat kebudayaan sering dimaknai dengan nilai-nilai, adat
istiadat, norma-norma, ide-ide, dan simbol-simbol yang berlaku dalam suatu
masyarakat. Budaya memiliki ciri-ciri yaitu, pertama dapat dipelajari. Kedua,
diturunkan dari generasi ke generasi. Ketiga, memiliki simbol-simbol tertentu.
Keempat, selalu berubah. Kelima, memiliki sistem yang integral. Keenam, sifatnya
adaftif ( Esther Kuntjara, 2006 : 3).
Berdasarkan
pendapat paraahli di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian merupakan proses
sistematis yang bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan yang ingin
diketahui oleh seorang peneliti.
B. Pengertian Sastra Lisan
Sastra lisan merupakan karya sastra yang dapat kita temukan
dalam masyarakat. Sastra lisan merupakan karya sastra yang beredar di
masyarakat atau diwariskan secara turun-memurun dalam bentuk lisan. Dalam hal
ini, sastra lisan dapat disebut sebagai folklore. Folk merupakan sebuah komunitas masyarakat tertentu yang memiliki
ciri-ciri dan budaya yang sama. Sedangkan
lore merupakan sebagian kebudayaan masyarakat yang disampaikan secara
turun-menurun dalam bentuk lisan. Jadi, folklore atau sastra lisan adalah suatu
kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu yang diperoleh
secara turun-menurun dari mulut ke mulut secara lisan.
Banyak sekali sastra lisan yang ada di sekitar kita yang
mungkin saja tidak kita sadari
keberadaannya sebagai bentuk sastra. Sastra lisan bermacam-macam. Macam-macam
dari sastra lisan ini antara lain sebagai berikut.
1. Bahasa rakyat seperti
logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan.
2. Ungkapan tradisional
seperti peribahasa, pepatah, dan pameo.
3. Pertanyaan tradisional
seperti teka-teki.
4. Puisi rakyat seperti
pantun, gurindam, dan syair.
5. Cerita prosa rakyat seperti
mite, legenda, dan dongeng.
6.
Nyanyian rakyat.
Menurut
Wiget (dalam Lautner, 1994), sastra lisan dipertunjukkan di hadapan pendengar
yang melakukan evaluasi baik cara maupun isi pertunjukan; evaluasi bukan
merupakan kesimpulan dari pertunjukan tersebut, melainkan merupakan sebuah
kegiatan yang berlangsung yang tercermin dalam tingkat perhatian dan komentar.
Terdapat varitas yang sangat mengejutkan dari sastra lisan yang bertahan hidup
di antara orang-orang pra-aksara, dan sebagaimana kata-kata tertulis muncul
dalam sejarah, menunjukan bahwa semua genre penting sastra yang muncul pada
awal masyarakat beradab adalah: epos heroik, nyanyian pujaan untuk pendeta dan
raja, cerita misteri dan supernatural, lirik cinta, nyanyian pribadi hasil
meditasi, kisah cinta, kisah petualangan dan heroism rakyat jelata, yang
berbeda dari epos heroik kelas atas, satir, satir pertempuran, balada, dongeng
tragedi rakyat dan pembunuhan, cerita rakyat, fabel, teka-teki, pepatah,
falsafah hidup, himne, mantra-mantra, nyanyian misteri para pendeta, dan
mitologi.
Dari
berbagai varitas di atas, genre sastra lisan dapat diklasifikasikan ke dalam
sub-sub genre yang puisi lisan, prosa lisan, dan drama lisan. Edi Sedyawati
(dalam Pudentia, 1998) menyusun sebuah gradasi dari sastra lisan yang paling
murni sastra hingga ke pertunjukan teater yang paling lengkap media
pengungkapannya, yakni: murni pembacaan sastra (mebasan dan macapatan); pembaca
sastra disertai gerak sederhana dan atau iringan musik terbatas (cekepung dan
kentrung); penyajian cerita disertai gerak tari (randai); dan penyajian cerita
melalui aktualisasi adegan, dialog dan tarian pemeran, dan iringan musik
(wayang wong, makyong, wayang gong, dan lain-lain).
Menurut
A teeuw (1988), perkembangan dalam studi sastra lisan terutama yang menyangkut
puisi rakyat antara lain dilakukan oleh Parry dan Lord. Hipotesis Parry dan
Lord ternyata dapat dibuktikan dengan meneliti puluhan contoh epos rakyat
seperti yang dinyanyikan oleh tukang cerita. Dengan meneliti teknik penciptaan
epos rakyat, cara tradisi tersebut diturunkan dari guru kepada murid, dan
bagaimana resepsinya oleh masyarakat, Parry dan Lord berkesimpulan bahwa epos
rakyat tidak dihafalkan secara turun-temurun tetapi diciptakan kembalin secara
spontan, si penyanyi memiliki persediaan formula yang disebut stock-in-trade,
terdapat adegan siap pakai yang oleh Lord disebut theme, dan variasi merupakan
cirri khas puisi lisan. Sedangkan untuk melakukan penelitian terhadap teater
rakyat yang dapat menggunakan metodologi kajian tradisi lisan.
Di dalam penelitian ini, peneliti
melakukan penelitian tentang folklore. Folklore adalah bagian dari kebudayaan
dari suatu kelompok masyarakat yang terbesar dan diwariskan secara
turun-temurun baik dalam bentuk lisan maupun yang disertai dengan perbuatan,
dan alat pembantu pengingat beserta dalam bentuk tulisan. Folklore itu sendiri
terbagai menjadi 3 yaitu, folklore lisan, tulisan, dan folklore sebagian lisan.
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti tentang folklore lisan yang berupa
kesenian rejung pada masyarakat Talo kabupaten Seluma.
BAB
III
METODOLOGI
.
A.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif. Djajasudarma (1992:10) berpendapat
bahwa metode deskriptifadalah metode
yang bertujuan membuat lukisan atau gambaran secara sistematis factual dan
akurat mengenai data, sifat-sifat, serta hubungan yang teliti. Nazir 91986: 63)
juga berpendapat bahwa metode deskriptif adalahmetode dalam penelitian
sekelompok manusia, suatu objek, suatu system pemikiran yang bertujuan
mendeskripsikan atau melukiskan secara sistematis, factual atau akurat mengenai
fakta, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Dari
pendapat para ahli tersebut, dapat saya simpulkan bahwa metode deskriptif ialah
metode yang bertujuan untuk memberikan suatu gambaran secara sistematis,
factual, dan akurat mengenai data, serta hubungan antar fenomena yang diteliti.
B.
Sumber
data
Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memahami atau
mengetahui tentang kesenian rejung di daerah Talo kabupaten Seluma. Sedangkan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kkesenian rejung yang
dinyanyikan oleh masyarakat Talo kabupaten seluma.
C.
Lokasi
penelitian dan Informan
Penelitian
ini dilakukan di daerah Talo, kabupaten seluma. Secara khusus penelitian ini
dilakukan di desa Padang Cekur. Dan untuk mangambil data foklor lisan (dalam
hal ini kesenian rejung), peneliti menngunakan informan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini
adalah yang memenuhi kriteria atau persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Dewasa
b. Normal
secara lahiriah dan batiniah
c. Mengenai
pengetahuan yang cukup tentang kesenian rejung serta bisa menyanyikannya
d.
Bersedia menjadi informan
e.
Komunikatif
D. Teknik Pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu dengan
informan. Teknik ini demaksudkan untuk mendapatkan data mengenai kesenian
rejung di masyarakat Talo. Sifat wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah bebas. Dengan wawancara bebas diharapkan informan dapat memberikan
informasi apapun yang berhubungan kesenian rejung pada masyarakat Talo.
b. Perekaman
Teknik rekaman hanya
digunakan untuk merekam informan saat menyanyikan salah satu contoh kesenian
rejung pada masyarakat Talo. Teknik ini dilakukan pada saat wawancara
berlangsung. Dengan demikian, peneliti tidak hanya bertindak sebagai pendengar,
tetapi juga berpartisipasi atau terlibat dalam percakapan.
c. Pencatatan
Teknik mencatat dapat
dilakukan setelah proses perekaman selesai. Pencatatan ini dilakukan pada pada
kartu data yang dilanjuttkan dengan mengklasifikasi data.
E. Teknik Analisis Data
a.
Reduksi data
Data
yang diperoleh dipilih, dirangkum dan difokuskan pada hal-hal yang memang
diperlukan. Data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang hasil-hasil pengamatan, dan mempermudah penilaian untuk mencari data
ulang dan memberikan kode-kode data.
b.
Display data
Display
data digunakan untuk mempermudah mengambil kesimpulan secara keseluruhan atau
bagian-bagian dari peneliti itu. Display data dilakukan dengan
mengklasifikasikan jenis data yang diperoleh di lapangan setelah direduksi,
data yang dikumpulkan diberi kode sesuai dengan jenis data yang diperoleh.
c.
Validasi dan verifikasi hasil analisis
data I
Validasi
dan verifikasi hasil analisis data penelitian digunakan untuk menghindari
subjektifitas hasil analisis data. Untuk mengecek kebenaran atau kesesuaian
hasil data penelitian digunakan trigulasi.
Dalam
teknik pengumpulan data, trigulasi diarrtikan sebagai teknek pengumpulan data
yang bersifat penggabungan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah
ada.
Menurut
Susan (dalam sugiono, 1988) menyatakan bahwa tujuan dari trigulasi bukan untuk
mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih dari pada peningkatan
pemahaman peneliti terhadap apa yang ditemukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Kesenian rejung
Rejung merupakan salah satu kesenian yang bentuk dan
sifatnya mirip dengan pantun. Perbedaannya terletak pada jumlah barisnya yaitu,
terdiri dari sepuluh atau dua belas baris. Yang terdiri dari, lima baris
sampiran dan lima baris isi. Atau enam baris sampiran dan enam baris isi bagi
Rejung yang terdiri dari dua belas baris. Definisi lain menyebutkan bahwa
Rejung merupakan suatu sastra daerah yang berbentuk puisi yang terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama berupa sampiran dan bagian kedua berupa isi. Jumlah
baris yang terdapat pada rejung adalah sepuluh sampai dua belas baris. Jika
rejung itu terdiri dari sepuluh baris, maka lima baris pertama adalah sampiran
dan lima baris terakhir adalah isi. Begitu juga sebaliknya, jika rejung
tersebut terdiri dari dua belas baris, maka enam baris pertama disebut sebagai
sampiran dan enam baris terakhir disebut sebagai isi.
Dengan demikian, Rejung merupakan sastra lisan yang
berbentuk puisi yang memiliki sepuluh sampai dua belas baris, yang terdiri dari
sampiran dan isi. Dalam segi pembacaannya, rejung dibacakan dengan nada dan
irama tertentu. Dalam segi penulisan dan pembuatannya, Rejung memiliki
aturannya sendiri. Setiap baris pertama dalam enam atau lima baris pada rejung
itu, akan diambil dari dua kata terakhir dari baris kedua. Di dataran tinggi
sumatra, seni sastra diturunkan secara lisan oleh nenek moyang mereka secara
turun temurun. Guritan, Anda-andai, memuning, dan rejung (rejunk) adalah bentuk
sastra lisan tersebut. Untuk tiga jenis sastra yang pertama, guritan,
andai-andai dan memuning, biasanya tidak memakai media alat musik. Akan tetapi
untuk jenis rejung dapat dilakukan tanpa alat musik atau mempergunakan alat
musik. Alat musik yang dapat dipergunakan antara lain adalah Ramanika
(Accordion), Piul (Violin), Gambus, ataupun Gitar Tunggal. Sementara alat musik
yang lain seperti Suling (seruling), Seredam , dan Ginggung tidak dapat
dipergunakan untuk megiringi tembang atau rejung dikarenakan ketiga alam musik
tersebut adalah alat musik (sejenis alat musik tiup). Dari sekian alat musik
yang dapat mengiringi tembang hanya guitarlah yang paling menonjol dikarenakan
berkemungkinan dalam mempelajarinya tidak terlalu sulit bila dibandingkan
dengan alat-alat yang lainnya.
B.
Fungsi
Kesenian Rejung
Ada beberapa fungsi dan kegunaan seni rejung, di antaranya
yaitu:
a.
Rejung berfungsi sebagai hiburan, khususnya untuk
kaum muda-mudi
b.
Rejung berfungsi sebagai pelengkap dari tari adat.
Dalam
hal ini, penyajiannya dilakukan dengan cara dan nada tertentu. Misalnya: ketika
seorang gadis menari, tiba-tiba suara musik pengiring mulai melemah, maka pada
saat itu juga sang gadis mulai melanjutkan tariannya dengan rejung. Rejung yang
digunakan yaitu:
Mandi angin
Belarislah kuto Mandi Angin
Kute tegua beghangkai bila
Dayang serikan di berugo
Nyudeka tenun salah ragi
Di beringin
Pesan bereba di beringin
Rawa percang di keruya
Taun mano bulan kebilo
Mangko lawas terbang tinggi.
Setelah sang gadis selesai membawakan rejung di atas, maka
sang pemuda membalas dengan membawakan rejung juga. Rejung yang digunakan dapat
berupa rejung 30, yaitu:
Muare Kedurang
Daun sesepet muaro Kedurang
Makanan anak burung lelanting
Layu ditimpo mato aghi
Kayu aro tumbu di gunung
Burung terbang ke belitiah
Mano riang
Galung sesaut mano riang
Tinggi sesangi riang kuning
Puting ndak ngenjam parotiwi
Kalu tungkat kayu merujung
Gudung ndak nyingkau aban putiah.
Setelah suara sang pemuda hilang, maka suara musik kembali
mengiringi dan tarian dilanjutkan kembali.
c.
Rejung berfungsi sebagai ungkapan seseorang dengan
maksud tertentu, yang disampaikan secara lisan dan ditujukan kepada orang lain
baik itu secara individu maupun secara kelompok.
Dalam hal ini, tidak ada pembatasan umur. Dengan kata lain,
fungsi ini berlaku untuk semua orang. Misalnya: ketika seseorang ditunjuk
untuk menyampaikan kata sambutan dalam acara pesta pernikahan anaknya. Maka,
ketika ia menutup kata sambutannya, ia dapat menggunakan rejung berikut:
Kami ka kayiak
Kali ini kami ka kayiak
Sughang ado nunggu berugo
Selasi kembang di laman
Kembang meniru bungo padi
Kundang ka balik
Ketika kundang ka
balik
Mpuak betemu mungkin gi lamo
Tinggalka tinjak di laman
Batan pemabang ati rindu.
d.
Rejung juga digunakan sebagai
penutup surat
Misalnya: seorang anak mengirimkan surat kepada pamannya. Di
dalam surat itu, ia menceritakan tentang kematian ayahnya. Sebelum kematian
ayahnya tersebut, saudaranya sudah ada yang meninggal dunia. Maka, Rejung yang
digunakan untuk mengakhiri surat itu adalah:
Kuto Bengkulu
Bo laris kuto Bengkulu
Bo gending kuto di Lintang
Giring tebing di Lintang pulo
Tanjung Tapus perang kuagai
Siwar tekebat di tiang garang
Nian aku
Tanduak tepeguk nian aku
Kundang lengit sedare ilang
Tapak kepingin kengit pulo
Rindu dendam sedang beragai
Terapunglah badan tinggal sughang.
e.
Rejung juga sering digunakan dalam upacara adat
tradisional, misalnya pada upacara Madu Kulo, Madu Rasan, dan lain sebagainya.
C. Nilai-nilai yang terkandung dalam
kesenian rejung
Sama
halnya seperti karya sastra lain, rejung memiliki isi dan makna tertentu. Dari
makna dan isi tersebut, Pendengar/pembaca/penikmat Rejung dapat melihat dan
merasakan nilai-nilai yang terkandung dalam rejung tersebut, yang termuat
secara utuh di dalam isi Rejung. Nilai-nilai tersebut antara lain:
1. Nilai Hindoni
Rejung mampu memberikan kesenangan kepada orang lain
(individu) atau masyarakat pendengarnya
2. Nilai Artistik
Rejung mampu memperlihatkan kemahiran dan keterampilan
seseorang melalui orang yang menyanyikan rejung tersebut. Karena, tidak semua
orang mampu menyanyikan dan membuat rejung.
3. Nilai Kultural
Rejung memang mengandung hubungan yang mendalam dengan
masyarakat pendukungnya atau dengan kata lain disebut sebagai sebuah peradaban
kebudayaan.
4. Nilai Etik, Moral dan Religius
Berdasarkan tata cara membawakan rejung, warna dari rejung
itu sendiri, bentuk dan isi serta makna yang terkandung dari rejung yang
dibaca, maka kita dapat merasakan bahwa di dalam rejung tersebut mengandung
ajaran-ajaran etika, moral, dan agama. Misalnya: adanya pendidikan moral yang
terdapat pada rejung di bawah ini:
Menetak atap
Jangan urung menetak atap
Singka di tetak bayang tebu
Ayiak tegenang di perigi
Itiak bedenang tigo ikuk
Bekato mantap
Jangan ading bekato mantap
Kalu ka nesal iluak dulu
Pikirka kudai dalam ati
Injik sekarang ndik iluk
Di dalam rejung di atas terdapat sebuah nasihat yang
melarang seseorang untuk berkata pasti, karena segala sesuatu harus dipirkan
dahulu secara matang agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Dalam hal
inilah kemudian rejung bisa menjadi suatu media yang memuat pesan-pesan dakwah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rejung merupakan sastra lisan daerah
Serawai yang berbentuk puisi dan memiliki sepuluh sampai dua belas baris, serta
terdiri dari sampiran dan isi. Dalam segi pembacaannya, rejung dibacakan dengan
nada dan irama tertentu.
Dalam segi penulisan atau pembuatannya, rejung juga memiliki aturan tersendiri. Setiap baris pertama dalam enam atau lima baris pada rejung itu, akan diambil dari dua kata terakhir dari baris kedua.
Dalam segi penulisan atau pembuatannya, rejung juga memiliki aturan tersendiri. Setiap baris pertama dalam enam atau lima baris pada rejung itu, akan diambil dari dua kata terakhir dari baris kedua.
B. Saran
Dengan adanya penelitian ini, Penulis berharap agar
masyarakat Talo khususnya para generasi muda lebih memahami serta meningkatkan
apresiasi mereka terhadap kesenian rejung ini.
DAFTAR PUSTAKA
Chanafiah,
Yayah. 2002. Penelitian Sastra.
Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Danandjaja,
James. Dalam Penelitian Folklor Lisan Di
Indonesia.
Endraswara,
Suwardi . 2003. Metodelogi Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Kuntjara,
Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan.
Jakarta: Graha Ilmu.
Susetyo.
2010. Penelitian kuantitatif dan
Penelitian Tindakan Kelas. Bengkulu: Universitas Bengkulu
www.
Penelitian Sastra.com
Lampiran 1
Biodata informan
Nama:
Jamila
Tempat,
tanggal lahir: Padang Cekur, 14 Juni 1971
Status:
Janda
Lampiran 2
Pertanyaan Dalam bahasa daerah
Talo, Bengkulu selatan
1.
Apo yi ibuk keruani mengenai rejung?
2.
Kebilo dan dalam acara apo biasanyo kesenian
rejung ni dilakukan?
3.
Apokah segale jemo pacak nyanyika
kesenian rejung?
4.
Tapo
tujuan atau fungsi dinyanyikannyo kesenian rejung?
5.
Lukmano pendapat ibu mengenai
ketidaksukoan anak mudo mbak kini terhadap kesenian rejung ?
6.
Menurut ibuk, lukmano mempertahanka
budaya kesenian rejung ini supayo ndik punah?
Terjemahan pertanyaan dalam bahasa indonesia
1.
Apa yang ibu ketahui tentang rejung?
2.
Kapan dan dalam acara apa biasanya
kesenian rejung dilakukan?
3.
Apakah semua orang bisa menyanyikan
kesenian rejung?
4.
Apa tujuan atau fungsi dinyanyikannya
kesenian rejung?
5.
Bagaimana pendapat ibu tentang
ketidaksukaan para remaja terhadapkesenian rejung ?
6.
Bagaimana mempertahankan budaya kesenian
rejung ini agar tidak punah?